DAMPAK FILM SERIAL KARTUN
TERHADAP PERKEMBANGAN
BAHASA MAUPUN PERILAKU ANAK
disusun
oleh:
Yoga Hepta Gumilar 1002055
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Televisi merupakan alat komunikasi
massa, yang banyak dipergunakan pada masa sekarang. Pada 1981 separuh dari
penduduk Indonesia sudah biasa menonton televisi. Sekarang ini sekitar delapan
di antara sepuluh orang Indonesia biasa menonton televisi dan khusus di daerah
perkotaan, bahkan sembilan di antara sepuluh orang (Hofmann, 1999). Televisi
dianggap sebagai salah satu budaya populer. Berbagai tayangan dapat kita
saksikan, tayangan untuk orang dewasa hingga anak-anak, berita, hiburan, dan
pendidikan dapat disaksikan Ahingga kepelosok desa. Semakin berkembangnya
jaman, semakin bertambah pula stasiun televisi dengan segmen-segmen tertentu
yang menjadi pijakannya, seperti Metro TV yang cenderung menayangkan berita,
SCTV dengan tayangan sinetronnya, dan Global TV yang lebih banyak menayangkan
film kartun.
Film kartun banyak digemari oleh
anak-anak, hingga beberapa stasiun televisi menayangkannya pada sore hari.
Kekerasan secara tidak disadari telah merasuki cerita dalam film kartun. Hingga
saat ini banyak film kartun yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi dan
memiliki peminat yang jumlahnya sangat banyak, terutama di kalangan anak-anak.
Film kartun yang mengandung kekerasan dan sering ditayangkan di televisi adalah
Tom and Jerry, Naruto, Dragon Ball, dan lain-lain.
Awal masa kanak-kanak menjadi masa
yang amat penting. “Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang
penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang
secara seksual, kira-kira tiga belas tahun untuk wanita dan empat belas tahun
untuk pria” . Pada kisaran umur inilah penggemar film kartun berada.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin
disampaikan penulis, adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan film
kartun yang mengandung kekerasan?
2.
Apakah yang dimaksud dengan awal
masa kanak-kanak?
3.
Apakah pengaruh yang ditimbulkan
oleh film kartun yang mengandung kekerasan dengan perilaku pada awal masa
kanak-kanak?
1.3 Tujuan Penulisan
Karya tulis ini bertujuan agar
masyarakat terutama orang tua mengerti dan memahami bahwa tayangan televisi
memiliki berbagai dampak, terutama film kartun yang mengandung kekerasan yang
secara tidak sadar mampu merubah perilaku anak dalam berbahasa. Orang tua mampu mendampingi dan memilihkan tayangan
televisi yang pantas ditonton oleh anak-anaknya. Anak-anak juga mampu
menentukan mana perilaku yang ditontonnya yang pantas untuk dia tirukan atau
pun tidak, dengan dampingan orang tua hal ini dapat terlaksana.
1.4 Manfaat Penulisan
Karya tulis yang berjudul “Dampak
Film Kartun yang Mengandung Unsur Kekerasan dan Bahasa Terhadap
Perilaku Awal Masa Kanak-Kanak” diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan
akademis yang mempelajari tentang tayangan televisi dan perilaku anak, orang
tua yang sedang mendidik anak-anaknya terutama pada awal masa kanak-kanak, dan
masyarakat luas yang memiliki perhatian terhadap tayangan televisi yang
mempengaruhi perilaku anak.
BAB II
Landasan Teori
Kartun (cartoon dalam Bahasa
Inggris) berasal dari bahasa Italia, cartone, yang berarti kertas. Kartun pada
mulanya adalah penamaan bagi sketsa pada kertas alot (stout paper) sebagai
rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau lukisan dinding, gambar
arsitektur, motif permadani, atau untuk gambar pada mozaik dan kaca. Namun
seiring perkembangan waktu, pengertian kartun pada saat ini tidak sekadar
sebagai sebuah gambar rancangan, tetapi kemudian berkembang menjadi gambar yang
bersifat dan bertujuan humor.Sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis,
kartun merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol
untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas, atau sesuatu sikap
terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu. Kartun biasanya hanya
mengungkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam
gambar sederhana, tanpa detail, dengan menggunakan simbol-simbol, serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti secara cepat.
Anak
dalam umur 2,5-5 tahun sudah memasuki tahap operasional konkrit. Dimana anak
mulai mampu berfikir logis untuk mengganti cara berfikir sebelumnya yang
bersifat intuitif-primitif, namun masih membutuhkan contoh-contoh konkrit.
Disinilah peran televisi sebagai media komunikasi berperan terhadap
perkembangan pola pemikiran anak. Dalam hal ini yang berkaitan dengan kegiatan
anak-anak sudah bisa mencontoh perilaku yang dilihatnya. Misalnya jika menonton
Film Kartun hal apa yang
diserap oleh anak tersebut. Anak-anak merupakan konsumen media televisi yang
populasinya besar sekali. Pada umumnya anak-anak senang sekali menonton
tayangan yang menampilkan perkataan - perkataan yang baru mereka dengar. Jadi dengan demikian, kartun dapat dengan mudah untuk
mempengaruhi bahasa kepada anak.
Al-Ghazali dalam
bukunya yang berjudul Ihya Ulumuddin telah menyebutkan: “Perlu diketahui bahwa
jalan untuk melatih anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus
mendapat prioritas yang lebih dari yang lainnya”. Anak merupakan amanat
ditangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang
sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan (dalam lingkungan
rumah tangga dan lingkungan sosial), niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan
menjadi orang yang bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan
dengan keburukan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial) serta
ditelantarkan, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan berdampak sangat
buruk bagi perkembangan baik fisik, mental, maupun spiritual sang anak.
Orang tua
berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, menanamkan budi
pekerti yang baik, mengajarinya akhlak-akhlak yang mulia melalui keteladanan
dari orang tuanya, dan juga berusaha memenuhi kebutuhan anak baik lahir maupun
batin secara proporsional sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi anak.
Mendidik dan memberikan tuntunan merupakan sebaik-baik hadiah dan perhiasan
paling indah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya.
Sudah menjadi
keharusan bagi orang tua dan pendidik untuk bekerja bersama-sama memberikan
kontribusi secara aktif dan positif dalam membentuk kualitas anak yang cerdas
baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
Perkembangan
bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan
perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik
pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh
anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan.Oleh
sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah
ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari
banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan
bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual
perkembangan bahasa.
BAB III
Isi
3.1 Film
Kartun yang Mengandung Kekerasan
Tayangan televisi sebagai hiburan
yang sering ditonton adalah film. Walaupun kita sering menganggap film sebagai
sinonim dengan hiburan, banyak film yang menjalankan fungsi yang lain.
pengertian kartun seperti yang sekarang kita pegang dicanangkan pada 1843 di
Inggris. Ketika itu ajang kompetisi dan pameran kartun besar-besaran digelar di
masa kekuasaan Ratu Victoria dan Pangeran Albert. Objeknya, dinding House of
Parliament. Kata “kartun” sebenarnya berasal dari bahasa Italia, cartoneyang
berarti kertas.
Film kartun adalah film yang menampilkan gambar bergerak di
dalam media televisi. Film kartun pada saat ini sudah mengalami pergeseran
kepada arah kekerasan yang kurang mendidik. Cukup banyak film kartun saat ini
yang mengedepankan kekerasan dan pertumpahan darah. Namun,ada juga yang
mendidik dan bagus, seperti Pokemon Digimon, dan Dragon
Ball yang cukup baik dinikmati anak-anak.
3.2 Awal Masa Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua
yaitu awal masa kanak-kanak dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal
berlangsung dari umur dua sampai enam tahun dan periode akhir dari enam sampai
tiba saatnya anak matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak
dimulai sebagai penutup masa bayi-usia dimana ketergantungan secara praktis
sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir di sekitar
usia masuk sekolah dasar.
Sebagian besar orang tua menganggap
awal masa kanak-kanak sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Para
pendidik menyebut tahun-tahun awal masa kanak-kanak sebagai usia prasekolah
untuk membedakannya dari saat di mana anak dianggap cukup tua, baik secara
fisik dan mental, untuk menghadapi tugas-tugas pada saat mereka mulai mengikuti
pendidikan formal. Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang
berbeda untuk menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan
psikologis anak selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak.
Sebutan yang banyak digunakan para
ahli psikolog adalah usia kelompok, masa dimana anak-anak mempelajari
dasar-dasar perilku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih
tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu mereka massuk kelas
satu. Usia menjelajah, sebuah label yang
menunjukkan bahwa anak-anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana
mekanismenya, bagaimana perasaannya, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari
lingkungannya. Usia bertanya, salah satu cara yang umum dalam menjelajahi
lingkungan adalah dengan bertanya. Periode ini juga dikenal sebagai usia
meniru.
Reflexsive
Vocalization
,Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeuarkan suara tangisan yang masih berupa
refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis tetapi hal
tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
Babling ,Pada usia
lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan
mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang
dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si
bayi.
Lalling ,Di usia 3
minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum jelas. Bayi mulai
dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan
kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….”
Echolalia ,Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak
usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya,
serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin
meminta sesuatu.
True
Speech
,ayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau
biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.
3.3
Pengaruh yang Ditimbulkan oleh Film Kartun yang Mengandung Kekerasan
Terhadap Perilaku Awal Masa Kanak-Kanak
Pada awal masa kanak-kanak sering
disebut sebagai tahap mainan, karena dalam periode ini hampir semua permainan
menggunakan mainan. Menonton televisi adalah salah satu kegiatan bermain yang
populer pada masa kanak-kanak. Anak-anak jarang melihat bioskop, tetapi ia
senang menonton film kartun, film tentang binatang, dan film tentang
anggota-anggota keluarga. Anak-anak juga senang mendengarkan radio, tetapi
lebih senang melihat televisi. Ia senang melihat acara untuk anak-anak yang
lebih besar dan juga acara untuk anak-anak prasekolah. Ia mengalami situasi
rumah yang aman sehingga biasanya tidak merasa takut kalau ada unsur-unsur yang
menakutkan dalam acara televisi tersebut.
Film kartun sering ditayangkan pada
pagi, sore, dan malam hari. Pada hari libur, film kartun sering ditayangkan
dari pagi hingga malam hari. Tayangan full time ini cukup
mengkhawatirkan bagi beberapa pihak, terutama orang tua. Anak-anak cenderung
menonton televisi tanpa berhenti dan jam belajarnya terganggu.
Apalagi film kartun yang sering
diputar di beberapa stasiun televisi mengandung unsur kekerasan. Film kartun
tersebut menayangkan adegan pertengkaran dan pemukulan yang tidak pantas untuk
ditonton oleh anak-anak. Adegan berdarah sering muncul dan ini menggeser image
dari film kartun yang seharusnya menghibur, terutama untuk anak-anak.
Film kartun yang mengandung
kekerasan ternyata juga diputar pada malam hari. Dalam adegan tersebut tidak jarang
tokoh dalam kartun itu mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan sehingga
dituruti oleh anak-anak dan di pakai dalaam keseharian.
Banyak kejadian kriminal yang
dilakukan oleh anak-anak, sebagian dari mereka melakukan hal tersebut karena
menonton tayangan kriminal di televisi. Film yang tidak seharusnya mereka lihat
itu tertanam dalam memori dan membangkitkan rasa ingin tahu. Sehingga, timbul
keinginan mencoba dalam pergaulan sehari-hari.
Tontonan seperti film kekerasan dan film porno sangat
mempengaruhi perkembangan psikologi anak. Apa yang mereka lihat dari tontonan
itu terekam dan sewaktu-waktu mereka praktikkan seperti yang mereka lihat
Dalam adegan film itu. Dan ini
sangat berbahaya bagi si anak itu sendiri karena bisa terjerumus dalam
pergaulan yang salah.
Tabel 3. 1. Efek Komunikasi Massa
Sasaran
|
Media Fisik
|
Pesan
|
||||
Kognitif
|
Afektif
|
Bahavioral
|
Kognitif
|
Afektif
|
Behavioral
|
|
Individual
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Interpersonal
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
Sistem
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
SUMBER: Psikologi Komunikasi
Karangan Jalaludin Rakhmat Tahun2005
Dari tabel tersebut didapatkan bahwa
behavioral mendapat efek yang cukup besar terhadap komunikasi massa. Dari media
fisik ataupun pesan besar pengaruhnya terhadap behavioral indivu,
interpersonal, dan sistem.
Tori Kepribadian Freud memiliki
hubungan yang searah dengan perilaku awal masa kanak-kanak. Freud menyatakan
bahwa Super-Ego (aspek psikologis) melalui proses yang dinamakan Oedipoes
complex yang terjadi pada usia 3-6 tahun yang pada masa ini dinamakan Awal Masa
Kanak-Kanak. Di mana masa ini anak cenderung memiliki rasa keingin tahuan yang
tinggi dan meniru.Menurut Freud pada masa ini pula, anak-anak menuruti
perintah-perintah dan meniru perbuatan orang tuanya. Aspek moral kepribadian
mulai terbentuk. Selain itu menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang
(anak) cenderung meniru perilaku yang diamatinya, stimuli menjadi teladan untuk
perilakunya (Rakhmat, 2005). Stimuli dalam hal ini dapat termasuk tayangan
televisi yang sedang ditonton.
Begitu besarnya peran dan daya pikat
yang dibuatnya membuat pengaruh televisi sering amat dominan dalam kehidupan
anak. Bahkan akibat lebih ekstrim, televisi dianggap anak-anak sebagai panutan,
dibandingkan dengan orang tua. Terdapat dampak negatif yang begitu banyak
apabila membiarkan anak yang berusia awal masa kanak-kanak menonton film kartun
yang mengandung kekerasan tanpa ada dampingan dari orang tua.
3.4 Tindakan
Terhadap Film Kartun yang Mengandung Kekerasan
Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan di masa datang, sekaligus untuk mengembalikan peran orang tua
sebagai panutan dalam keluarga perlu adanya semacam pedoman. Pada dasarnya amat
diharapkan agar kepada anak-anak dikembangkan sikap aktif dan kritis dalam
menonton tayangan televisi.
Terlalu sering menyaksikan film kartun
dengan kekterasan
menimbulkan perilaku agresif dan anak
menjadi kurang kooperatif. Keyakinan kepada anak-anak segala persoalan hanya
dapat diselesaikan lewat kekerasan.
Anak-anak menyaksikan televisi tanpa kontrol dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekerasan, perilaku agresif, dan hasil akademik atau belajar yang jelek. Selanjutnya, anak-anak di bawah usia empat tahun menghadapi kesulitan dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan. Banyak anak-anak dirusak kepekaannya dan mudah bertindak kasar.
Anak-anak menyaksikan televisi tanpa kontrol dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekerasan, perilaku agresif, dan hasil akademik atau belajar yang jelek. Selanjutnya, anak-anak di bawah usia empat tahun menghadapi kesulitan dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan. Banyak anak-anak dirusak kepekaannya dan mudah bertindak kasar.
Menyaksikan televisi sebelum
sekolah, dapat menurunkan daya tangkap anak-anak terhadap pelajaran di sekolah.
Berita-berita yang disuguhkan televisi, seringkali hanya merupakan katalog
tindakan kekerasan yang dapat menyebabkan ketakutan dan kebingungan di antara
anak-anak
Anak akan sulit mengekspresikan
diri. Apabila sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di depan televisi,
dapat dipastikan anak-anak tidak akan mendengarkan bila orang tua berbicara
kepadanya, anak-anak tidak mau berbicara dengan orang tua dan anak- anak sulit
mengekspresikan diri. Mereka sering meniru kekerasan “pahlawan
televisi”
dan perilakunya.
Terdapat beberapa undang-undang yang
mengatur penyiaran yaitu pada P3/SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran) yang dikeluarkan oleh KPI. Beberapa pasal yang berhubungan
dengan siaran yang bersifat kekerasan yang berdampak pada anak adalah pasal 32
ayat 1 dan pasal 35. Pasal 32 ayat 1 berisikan tentang program yang mengndung
muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung kekerasan eksplisit dan
vulgar, hanya disiarkaan pada jam tayang di mana anak-nak pada umumnya
diperkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00-03.00. Sedangkan
isi pasal 35 adalah dalam program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil
secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah lazim
dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelakunya.
Adanya undang-undang dari KPI
tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap penayangan film kartun yang
mengandung kekerasan. Tayangan tersebut masih bebas ditayangkan. Hal ini
memeperkuat teori freud bahwa hanya orang tua yang sangat berperan untuk
membentuk dan mengendalikan moral anaknya dengan cara mendampinginya pada saat
menonton tayangan tersebut.
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Awal masa kanak-kanak merupakan awal
pembentukan perilaku dimana orang tua harus memiliki perhatian ekstra kepada
anak-anaknya. Pada tahap ini rasa keingin tahuan anak tenatang sesuatu cukup
besar dan anak-anak cenderung meniru apa yang sedang disaksikan olehnya.
Film kartun merupakan tayangan
favorit bagi sebagian besar anak-anak pada usia awal masa kanak-kanak. Maraknya
film kartun yang mengandung unsur kekerasan menimbulkan beberapa damapak bagi
perilaku anak. Anak-anak cenderung bersikat agresif dan banyak melakukan
kekerasan.
Peran orang tua dan guru sangat
penting membantu anak untuk mengapresiasi tayangan-tayangan televisi. Peran
orang tua sangat penting, karena pada awal masa kanak-kanak mereka cenderung
menuruti apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Kita tak bisa berharap
banyak kepada pengelola televisi. Mereka adalah kapitalis sejati yang lebih
berorientasi kepada keuntungan alias profit. Kendati begitu, kita juga tak bisa
menafikan usaha-usaha yang telah dilakukan pengelola televisi akhir-akhir ini
seperti menyensor tayangan dengan aturan yang sangat ketat, memberikan ikon
panduan menonton hingga membuat program anak kendati secara finansial tak
menarik pemasang iklan.
4.2 Saran
Dampingan orang tua sewaktu anak
sedang menonton televisi sangat diperlukan, seiring banyaknya tayangan seperti
film kartun yang mengandung kekerasan. Orang tua dapat mengingatkan kepada
anak-anaknya apabila terdapat adegan yang tidak boleh ditiru, jadi anak-anaka
juga dapat belajar bagaimana membedakan perilaku yang baik dan jelek. Anak-anak
tidak asal menirukan apa yang sudah ditontonnya. Orang tua dapat mengatur
jadwal menonton televisi anak-anakanya sehingga dapat menfilter tayangan yang
tidak pantas untuk ditonton oleh anak-anak. Stasiun televisi juga tidak asal
menayangkan film yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Mereka harus
menayangkan film-film yang pantas ditonton oleh anak-anak pada jam yang tepat.
Daftar Pustaka
Devito, A. Joseph. 1997. Komunikasi antar Manusia
Kuliah Dasar Edisi Kelima. Jakarta: Professional Books.
Gerbner, G. 1967. Mass Media and Human Communication
Theory, Human Communication Theory, F. E. X. Dance, editor, New York: Holt,
Rinehart, & Winston
Hofman, Ruedi. 1999. Dasar-Dasar Apresiasi Program
Televisi. Jakarta: Grasindo.
Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Mufid, Muhamad. 2005. Komunikasi dan Regulasi
Penyiaran. Jakarta: Prenada Media.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1999. Psikologi Sosial
Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Suharto, Ari. 2006. Hubungan Pola Menonton Berita
Kriminal di Televisi dengan Perilaku Remaja (Kasus SLTPN 175
Jakarta dan SMPN 1 Dramaga Bogor). Skripsi. Bogor: Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB.
BIODATA
ANAK
NAMA :
ALIYA JASMINE KHUADA
TTL : KUNINGAN, 9 JANUARI 2007
UMUR : 3 TAHUN, 11 BULAN
NAMA
AYAH : RIAN AFRIANTO
NAMA IBU : RATIH
ALAMAT : DESA TARAJU TR/RW 08/02 KECAMATAN SINDANGAGUNG KABUPATEN
KUNINGAN JAWA BARAT 45573
Saya Sangat Tidak Setuju Masalahnya Film Kartun Kita Bisa Dapat Pelajaran Di Dalamnya Contoh Nya Doraemon Kita Engak Bisa Terus Menerus Menggunakan Alat Masa Depan Akan Tetapi Kita Juga Bisa Menggunakan Alat Tersebut Untuk Menolong Orang
BalasHapusia saya terima masukannya, namun penelitian dan observasi saya menyimpulkan sebagai berikut terutama kartun yang mengandung kekerasan
BalasHapusData-data hasil penelitianya kok tdk ditampilkan. Metodologi penelitianya apa? Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah, apa jawaban rumusan masalah yg ke-3?
BalasHapusData-data hasil penelitianya kok tdk ditampilkan. Metodologi penelitianya apa? Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah, apa jawaban rumusan masalah yg ke-3?
BalasHapus