BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Memiliki kekayaan alam yang melimpah
merupakan keuntungan terbesar yang dimiliki Indonesia. Berhektar-hektar tanah
serta tingkat kesuburan tanah yang dimiliki merupakan salah satu keunggulan
yang dimiliki negara ini. Tingkat kesuburan tanah yang ada di berbagai daerah
di Indonesia serta dukungan dan iklim
Indonesia yang tergolong dalam kategori iklim tropis, membuat tanah di
sekitaran Bagian Barat Indonesia sangat cocok untuk bidang pertanian. Tanah di
Indonesia berada di kawasan yang umurnya masih muda. Hal ini disebabkan karena
negara Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang mampu memunculkan lapisan
tanah muda maupun batuan induk tanah. Dengan tanah yang subur maka tanaman akan
tumbuh dengan sehat, berproduksi tinggi dan hidup lebih lama dengan
produktivitas maksimal. Tanah merupakan satu rantai di antara sistem
tubuh alam yang keberadaannya tidak dengan sendirinya, proses pembentukan dan
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh faktor alam yang lain, seperti batuan
induk, iklim, topografi atau relief, vegetasi atau organisme, manusia,
dan waktu.
Seiring
berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia semakin
berubah, hal ini didominasi oleh pemanfaatan yang tidak sesuai aturan yang
berwawasan lingkungan sehingga kurang memperhatikan dampak jangka panjang yang
dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Untuk itu, penting bagi kita sebagai
bagian dari masyarakat negeri ini untuk mengenal keadaan tanah yang ada di
sekeliling kita. Tentunya agar pemanfaatan tanah yang sangat penting itu dapat
disesuaikan dengan potensi dan kemampuan tanah yang dimilikinya.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang mendasari pengamatan lapangan kami antara lain sebagai
berikut.
§ Bagaimana
keadaan profil dan kondisi tanah di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan?
§ Bagaimana
sifat fisik tanah di plot Ciater, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Caringin dan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan?
§ Bagaimana
sifat biologi tanah di plot Ciater, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Caringin dan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan?
§ Bagaimana
sifat kimia tanah di plot Ciater, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Caringin dan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan?
1.3
Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dari pengamatan lapangan kami adalah sebagai berikut.
§ Untuk
mengetahui keadaan profil dan kondisi tanah di TPA Caringin dan Blanakan;
§ Untuk
mengetahui sifat-sifat biologi tanah di TPA Caringin;
§ Untuk
mengetahui sifat-sifat fisika tanah di TPA Caringin;
§ Untuk
mengetahui sifat-sifat kimia tanah di TPA Caringin.
1.4
Manfaat
Praktikum
Manfaat dari pengamatan lapangan
yang diharapkan adalah:
§ Dapat
mengetahui profil dan kondisi tanah yang terjadi di plot Ciater, TPA Caringin dan
Blanakan;
§ Dapat
mengetahui bentuk lereng yang terdapat di plot Ciater, TPA Caringin dan
Blanakan;
§ Dapat
mengetahui sifat fisik tanah yang terdapat di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan;
§ Dapat
mengetahui sifat kimia tanah yang terdapat di plot Ciater, TPA Caringin dan
Blanakan;
§ Dapat
mengetahui sifat biologi tanah yang terdapat di plot Ciater TPA
Caringin dan Blanakan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Ilmu
Tanah
· Ruang Lingkup Ilmu
Tanah
Ilmu
tanah atau pedologi adalah cabang ilmu yang memadukan gatra ilmu dasar (kimia,
fisika dan matematika), biologi (botani, zoologi, mikrobiologi), ilmu kebumian
(klimatologi, geologi, geografi), dan terapan (produksi pertanian, kehutanan
dan rekayasa tanah).
-
Pedologi terdiri atas
pemerian tanah (inventarisasi sifat dan perilkau tanah) ; genesis tanah
berdasarkan pedogenesis, sebaran dan fungsi ); dan ekologi tanah (tanah sebagai
lingkungan pertumbuhan tanaman, ternak dan manusia).
-
Edofologi (ilmu tanah
terapan) berhubungan dengan pemanfaatan tanah untuk pertanian, silvikultural,
dan holtikultural; pemahaman kesuburan tanah untuk memperoleh pertumbuhan
tanaman yang lebih baik serta memperbaiki dan mempertahankan kesuburan.
· Subjek Ilmu Tanah
Tidak
seperti mineral, tanaman dan hewan tanah tidak mempunyai batas yang jelas dan
tidak dapat didefinisikan dengan tegas. Tanah kemungkinan dideskripsikan
sebagai fenomena batas permukaan bumi dan termasuk dalam pedosfer. Litosfer,
atmosfer, hidrosfer dan biosfer tumpang tindih dan berinteraksi satu dengan
yang lain.
Tanah
merupakan hasil tranformasi zat-zat mineral dan organik di permukaan bumi.
Tanah terbentuk di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja dalam
masa yang sangat panjang. Tanah mempunyai organisasi dan morfologi. Tanah
merupakan media bagi tumbuhan tingkat tinggi dan pangkalan hidup bagi hewan dan
manusia. Tanah merupakan sistem ruang-waktu, bermata empat.
Komponen
tanah (mineral, organik, air dan udara) tersusun antara yang satu dan yang lain
membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan atas horizon-horizon yang kurang
lebih sejajar dengan permukaan tanah sebagai hasil proses pedogenesis.
Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan refleksi kondisi lingkungan
yang berbeda.
2.2
Komponen
Tanah
Tanah
terbentuk dari pencampuran komponen penyusun tanah yang bersifat heterogen. Ada
empat kompenen utama penyusun tanah mineral yang tidak dapat dipisahkan dengan
pengamatan mata telanjang. Komponen tanah tersebut dipilahkan menjadi tiga fase
penyusun, yakni :
-
Fase padat: bahan mineral dan bahan organik ;
-
Fase cair : lengas tanah dan air tanah ; serta
-
Fase gas : udara tanah
Komposisi tanah berdasarkan volume tanah,
masing-masing komponen hanya perkirakan (% volume). Mineral adalah semua jenis
bahan padat hasil pelapukan batuan induk, termasuk mineral primer, mineral
sekunder, dan bahan amorf yang mempunyai bermacam-macam dan komposisi.
Komponen organik terdiri atas fauna dan
flora tanah, perakaran tanaman, serta hasil dekomposisi/penguraian sisa
vegetasi atau hewan sebagai hasil kegiatan mikroorganisme sehingga selalu
terjadi alihrupa komponen tanah.
·
Komponen
Mineral
Bahan mineral mendominasi tubuh tanah
mineral sebagai hasil pelapukan batuan, media tempat tumbuh perakaran tanaman,
dan penyedia unsur hara. Mineral sebagai hasil unsur hara. Mineral sebagai
salah satu komponen penyusun tanah perlu dipelajari karena beberapa hal, yakni
: (1) memahami asal-usul tanah; (2) mengalami evaluasi tingkat pelapukan dan potensi kesuburan tanah; (3) mempelajari
homogenitas bahan padat tanah; (4) mempelajari sifat fisik dan mekanika tanah;
(5) sebagai kriteria pembeda kategori famili dalam klasifikasi tanah.
Mineral
tanah berasal dari pelapukan bahan induk tanah (berupa batuan baik yang terkonsolidasi
maupun yang tidak terkonsolidasi setelah mengalami proses pelapukan).
Berdasarkan sifatnya, mineral (proses kejadiannya) dapat dipisahkan atas: (1)
mineral primer; (2) mineral sekunder (hasil pembentukan baru).
Tabel 2.1 Jenis mineral primer yang sering
dijumpai di dalam tanah
Mineral
|
Komposisi
Kimia
|
Kecepatan
Pelapukan
|
Sumber
Hara
|
Olivin
|
(Mg,Fe2)2SiO4
|
Sangat tinggi
|
Mg.Fe
|
Mineral
|
Komposisi Kimia
|
Kecepatan Pelapukan
|
Sumber Hara
|
Olivin
|
(Mg,Fe2)2SiO4
|
Sangat tinggi
|
Mg.Fe
|
Biotit
|
K(Mg,Fe2)3(AISi3)O10(OH)2
|
Sangat tinggi
|
K,MG,Fe
|
Leucit
|
K(AISi2O6)
|
Sangat tinggi
|
K, Mg, Fe
|
Sulfit
|
K (AISi2O6)
|
Sangat tinggi
|
K
|
Kuarsa
|
SiO2
|
Sangat lambat
|
Si
|
Magnetit
|
Fe3O4
|
Sangat lambat
|
Fe
|
Klorida
|
Sedang-tinggi
|
K
|
Batuan
dan mineral yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan
organisme yang tumbuh. Batuan terurai melalui proses pelapukan. Hasil pelapukan
dan residunya membentuk mineral sekunder. Proses pelapukan di bagi menjadi dua,
pelapukan kimia dan pelapukan fisik.
Pelapukan
fisik batuan atau mineral menjadi partikel yang lebih halus menyebabkan
terjadinya kenaikan permukaaan spesifik tanpa menyebabkan komposisi kimia,
tetapi sangat diperlukan sebelum terjadi pelapukan kimia, pelapukan fisik
disebabkan oleh fluktuasi suhu, air membeku, dan kegiatan perakaran.
Pelapukan
kimia batuan atau mineral melaui reaksi kimia menghasilkan material yang
memiliki komposisi berbeda dengan bahan aslinya (proses disolusi, hidrolis,
asidolisis dan oksidasi), yang menjadi penyebab dalam proses pelapukan kimia
adalah H2O, CO2, O2 dan Ion H+.
Tanah
mengandung bermacam-macam mineral primer dan sekunder. Komposisi mineral sangat
tergantung pada batuan induk dan tingkat pelapukan. Tanah yang telah mengalami
pelapukan lanjut mengandung sedikit mineral yang sudah lapuk dan lebih banyak
mineral yang tahan terhadap pelapukan. Mineral primer yang tahan terhadap
pelapukan adalah mineral kuarsa, sedangkan mineral sekunder yang stabil adalah
kaolinit. Walaupun demikian, terdapat korelasi antara tekstur dan kandungan
mineral karena ada saling tindak antara komposisi mineral dan ukuran partikel.
· Komponen Organik
Kerangka
penyusun tanah bukan hanya terdiri atas mineral saja (tubuh tanah mineral).
Bahan organik juga mempunyai kontribusi (tubuh tanah organik). Kontribusi bahan
organik terhadap tanah sebagai tubuh alam adalah sumber N tanah dan unsur hara
lainnya, terutama S dan P, berperan dalam pembentukan struktur tanah;
mempengaruhi keadaan air, udara dan temperatur tanah serta mempengaruhi tingkat
kesuburan tanah.
Bahan
organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan
fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati yang sebagian terdekomposisi dan
mengalami modifikasi, serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan
hewan. Berdasarkan definisi konvensional bahan organik, bahan tanaman yang
kasar (diameter >2cm) atau vertebrata tidak termasuk di dalamnya.
Organisme
tanah terdiri dari flora tanah yang meliputi bakteri, actinomises, fungi, algae, dan lichenes.
Bakteri adalah organisme unseluler (berukuran 1-10µ, actinomices, fungi yang
bersifat aerob, heterotrofik, dan saprofitik, algae bersifat fotosintetik dan
Lichenes yang merupakan algae yang bersiombosis dengan fungi). Fauna tanah,
berdasarkan ukurannya dibedakan atas mikrofauna (<100µm) contohnya nematode
dan protozoa, mesofauna (< 100µm-1cm ) contonhnya antropoda dan makrofauna
(>1cm) contohnya cacing tanah.
Sumber
bahan organik tanah hasil fotosintesis merupakan sumber utama bahan organik
tanah, yaitu bagian atas tanaman seperti
daun, duri, serta sisa tanaman lainnya termasuk rerumputan, gulma, dan limbah,
pasca panen (jerami, daun kentang). Penambahan bahan organik tanah dilakukan
melalui kegiatan pertanian (pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, dan gambut).
Bahan
organik yang ditambahkan tergantung pada sifat bahan, pertanaman, aras produksi
dan situasinya. Senyawa organik menyusun < 50% berat segar tanaman dan
sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu. Senyawa organik dibedakan atas
karbohidrat, lignin, senyawa netrogenesus, lemak, lilin, resin, kulit dan bahan
pewarna dalam jumlah yang kecil.
·
Proses
alihrupa bahan organik
Bahan
tanaman dan hewan mengalami proses peruraian/dekomposisi oleh mikroorganisme
dan diurai menjadi molekul dan ion atau mengalami proses alihrupa menjadi humus
oleh proses humifikasi.
·
Dekomposisi
Ada
tiga peruraian dalam proses ini yang saling tumpang tindih yaitu proses
biokimia, peruraian secara mekanis dan peruraian oleh mikroorganisme.
·
Humifikasi
Adalah
proses yang menghasilkan senyawa humin. Pada kondisi optimal, bahan yang mudah
terdekomposisi akan mengalami proses mineralisasi, sedangkan bahan yang tahan
dekomposisi akan terakumulasi pada kondisi suboptimal (air kurang/berlebihan,
aerasi buruk, temperatur rendah dan reaksi asam). Ada dua hal penting dalam
proses humifikasi yaitu : (1) pembentukan senyawa humin melaui proses alihrupa
senyawa organik yang telah mempunyai struktur (lignin, protein dan lain-lain),
(2) neoformasi senyawa humin dari residu karbohidrat linier dan protein melalui
pembentukan cincin dan polimerasi.
·
Senyawa humin
Merupakan
koloid organik berwarna gelap (ukuran partikel < 2µm) yang mempunyai
permukaan spesifik tinggi, mampu mengangkat dan melepaskan molekul air dan ion.
Koloid
merupakan partikel semakin kecil luas permukaan akan semakin besar. Efeknya
adalah proses-proses yang penting dalam tanah terjadi misal penyerapan hara,
penyerapan air. Koloid di dominasi oleh mineral phyllosilicates, koloid organik, hydrous oxides dari Fe, Al
dan Mn.
·
Organik Koloid
Humus terdiri dari 2 senyawa utama yaitu substansi non
humus (misal lipid, asam amino, karbohidrat) dan subtansi humus (merupakan
senyawa amorf dengan berat molekul tinggi, warna coklat sampai hitam, hasil
pembentukan kedua dari dekomposisi).
·
Kandungan Bahan Organik Tanah
Kandungan
bahan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-Organik, kandungan
karbon (C) bahan organik bervariasi
antara 45%-60% (rerata 50%) dan konversi C-organik menjadi bahan organik = % C-organik x 1,724.
Kandungan C termasuk perakaran dan edafon yang masih hidup sehingga tidak rancu
dengan kandungan humus. Kandungan bahan
organik dipengaruhi oleh aras akumulasi bahan asli dan aras dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi
lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbulan, praktik pertanian).
Tanah
yang masih asli mempunyai keseimbangan dan karakteristik kandungan bahan
organik. Keseimbangan tersebut akan berubah apabila tanah tersebut mulai
dimanfaatkan untuk pertanian, apalagi hasil panen termasuk limbahnya diangkut
dari lahan dan tidak dilakukan pendauran ulang.
Tabel
2.2 Kriteria Kandungan Bahan Organik
Jika tidak berbuih
|
Kadar bahan organik sedikit atau
tidak ada
|
Jika berbuih banyak
|
Kadar bahan organik banyak
|
Jika berbuih sedang
|
Kadar bahan organik sedang
|
Jika berbuih sedikit
|
Kadar bahan organik sedikit
|
·
Udara
Tanah
Udara
tanah seperti halnya air tanah mempunyai peranan penting ditinjau dari aspek
ekologi (respirasi perakaran tanaman dan mikroorganisme) dan pedogenesis
(proses oksidasi dan reduksi).
Kandungan
air dan udara dalam pori tanah saling tergantung. Apabila tanah dijenuhi maka
udara akan nol kecuali udara yang larut dalam larutan tanah; pada kondisi tanah
kering seluruh pori terisi udara.
Kandungan
udara pada kapasitas lapangan disebut kapasitas udara, dan ini sesuai dengan bagian
pori tanah yang tidak terisi air (pori>10µm). Kapasitas udara bervariasi
tergantung pada volume pori dan kandungan air pada kapasitas lapangan dengan
nilai rerata kurang lebih 40% untuk pasir, 20% untuk debu, dan 10% untuk
lempung.
Komposisi
udara tanah berbeda dengan komposisi udara atmosfer karena respirasi perakaran
dan organisme tanah (memerlukan O2 dan melepaskan CO2
) Kandungan CO2 di
tanah kurang lebih 10 kali lebih besar dari pada CO2 di atmosfer.
Tabel
2.3 Komposisi udara dan tanah (tidak termasuk H2O; %volume)
O2
|
CO2
|
N
|
|
atmosfer
|
20,95
|
0,03
|
79,0
|
tanah
|
<20,6
|
>0,2
|
=79,0
|
2.3
Tubuh
Tanah
Komposisi
tanah – bahan mineral, bahan organik, air, dan udara tidak tercampur begitu
saja, tetapi tersusun sebagai suatu tubuh yang terorganisasi (pedon) dengan struktur
dan sifat fisika kimia sebagai hasil pencerminan sifat dari masing-masing
partikel yang tersusun sebagai sistem tanah (pedosistem). Sifat tanah yang
berbeda merupakan hasil proses yang terjadi di dalam suatu lingkungan dan
sistem pengelolaan yang dilaksanakan.
·
Struktur
tanah
Struktur
tanah adalah penyusunan antarpartikel tanah primer (bahan mineral) dan bahan
organik serta oksid, membentuk agregat sekunder. Gatra agregat tanah meliputi
bahan padatan dari pori tanah.
Volume pori
tanah adalah nisbah ruang pori terhadap
volume bahan padat yang berperan penting terhadap : (a) gerakan air/lengas
tanah; (b) gerakan udara/udara tanah; (c) temperatur; (d) hara tanaman; (e)
ruang perakaran dan (f) pengolahan tanah.
Volume pori tanah nisbah ruang pori porositas total
Porositas total = volume pori
Volume total
tanah
= (1-berat
volume) x 100%
Berat Jenis
Faktor
yang mempengaruhi porositas total dan distribusi ukuran pori adalah sebagai
berikut :.
Berat jenis (g.cm-3) : pasir>debu>lempung
Total porositas tanah : lempung>debu>pasir
Pori-pori besar : pasir>debu>lempung
Pori-pori sedang : debu>lempung>pasir
Pori-pori kecil :lempung>debu>pasir
Tanah
yang ideal mempunyai porositas 50%
(padat : pori=1 : 1 ); pori besar kapasitas udara ; pori sedang +pori kecil
(kapasitas air)=2 : 3.
-
Distribusi ukuran
partikel. Jika partikel besar (pasir) lebih banyak total pori sedikit, tetapi
banyak memiliki pori yang berukuran besar. Sebaliknya jika partikel halus lebih
banyak pori yang berukuran kecil.
-
Kandungan bahan
organik. Bahan organik merupakan bahan
yang jarang (porous) dan selalu meningkatkan total porositas; bahan yang
sebagian besar terdekomposisi mempunyai total porositas tinggi.
Keragaman
gatra struktur merupakan kecendrungan yang dapat teramati dan terukur
·
Unit
Struktur Tanah
Pembentukan struktur tanah sangat
tergantung pada bahan primer (mineral dan organik) yang mengalami sedimentasi
oleh CaCO3 serta Fe dan Alhidroksida sehingga terbentuk unit struktur
yang disebut agregat. Satuan struktur tanah kemungkinan dapat dibedakan atas
fed dan fragmen.
Ped
adalah agregat permanen yang bersifat alami yang dipisahkan oleh pori atau
bidang yang lemah. Fragmen adalah agregat permanen atau buatan (artificial)
yang terbentuk karena kegiatan pengolahan tanah atau pembekuan (frost) sehingga
tanah terpecah-pecah menjadi fragmen (bongkah) sepanjang bidang yang lemah.
Berdasarkan
hal tersebut di atas struktur tanah diklasifikasikan menurut tipe,
kelas/ukuran, dan derajat struktur.
Tipe/bentuk
struktur dibedakan atas lempeng, prismatik, kolumnar, gumpal menyudut, gumpal
membulat, granuler, dan remah. Ukuran dibedakan atas halus, sedang, kasar, dan
sangat kasar. Derajad diberikan berdasarkan tingkat pembentukan ped agregasi
terhadap pengeringan atau pembasahan.
Derajad
ped dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut :
-
Lemah : ped tidak
terbentuk nyata dan sulit dibedakan pada kondisi alamiah. Apabila tanah
diusik/rusak maka beberapa ped tetap utuh tetapi sebgaian hancur dan berupa
partikel primer.
-
Sedang : ped terbentuk,
tetapi mudah rusak.
-
Kuat : ped terbentuk
secara alamiah dan bersifat teguh. Apabila dilakukan usikan, sebagian besar
masih utuh, dan jarang sekali yang berupa partikel murni.
·
Sifat
fisik tanah yang lain
Sifat
fisik tanah yang lain cukup penting untuk memahami ciri dan perilaku tanah
adalah kerapatan partikel, kerapatan lindak, konsistensi, temperatur dan warna
tanah.
-
Tekstur Tanah
Tekstur tanah
perbandingan fraksi primer tanah dalam satu maas tanah : sand (pasir), silt (debu)
dan clay (liat).
-
Ukuran fraksi
Pembagian ukuran
fraksi-fraksi tanah menurut tiga sistem klasifikasi tekstur.
-
Konsistensi
Konsistensi telah
ditakrifkan sebagai bentuk kerja kakas (force) fisika adhesi dan kohesi
partikel-partikel tanah pada berbagai tingkat kelengasan (Baver et al.1972)
bentuk kerja tersebut antara lain : a) ketahanan tanah terhadap gaya tekanan,
gaya gravitasi dan tarikan; b) kecenderungan massa tanah untuk melekat satu
dengan yang lain atau terhadap benda lain.
Dua faktor utama yang memepengaruhi
konsistensi tanah, yakni a)kondisi kelengasan tanah (kering, lembab, basah) dan
b) tekstur tanah (terutamaa kandungan lempung). Konsistensi tanah penting untuk
menentukan pengolahan tanah yang baik, juga penting bagi penetrasi akar tanaman
di lapisan bawah dan kemampuan tanah menyimpan lengas.
·
Warna tanah
Warna
atanah merupakan salah satu ciri tanah yang jelas dan paling menonjol sehingga
mudah terlihat dan lebih sering digunakan dalam mendeskripsikan tanah daripada
ciri tanah lain, khususnya orang awam. Warna tanah tidak secara langsung
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, tetapi tak langsung melalui daya
pengaruhnya atas suhu dan lengas tanah. Warna tanah merupakan karakteristik
penting karena :
-
Berhubungan dengan
kandungan bahan organik : warna hitam, hitam kecoklatan.
-
Kondisi pengatusan
tanah buruk : kelabu, kehiajuan dan kekuningan.
-
Tanah berkembang lanjut
: merah.
-
Kandungan oksida besi
dan mangan tinggi : merah, cokelat, hitam kecokelatan.
-
Kandungan mineral
tertentu : limonit berwarna kuning.
-
Kesuburan tertentu :
bahan organik tinggi.
Penetapan
warna tanah secara kuantitatif di lapangan menggunakan buku warna tanah standar
soil munsell color chart. Buku
standar warna tersusun sebagai berikut :
§ Hue : menunjukan spectrum warna dominan,
membedakan warna merah dan kuning
§ Value : kecerahan warna, warna putih sebagai
pembanding. Hal ini mengacu pada penurunan tingkat kecerahan warna dari putih
ke hitam
§ Chroma
: kekuatan warna / intensitas
Munsell colour chart terdiri atas 9 kartu :
-
Hue antara kuning (Y)
dan merah (R) : netral, 5Y, 2,5Y, 10 YR,7,5 YR, 5 YR, 2,5 YR, 10 YR, dan 5 R :
warna debedakan atas spektrum dominan paling kuning (5Y) sampai spektrun
dominan warna merah (5R). di samping itu sering ditambahakan pula hue
warna-warna glesiasi, yaitu 5G, 5GY, 5BG, dan netral (N).
-
Nilai value : antara
0-8, makin tinggi value menunjukan warna makin terang (makin banyak yang
dipantulkan).
-
Nilai chroma : antara
0-8, makin tinggi chroma menunjukan kemurnian spektrum atau kekuatan warna
spektrum meningkat.
-
Warna tanah ditulis
berurutan Hue-Value-Chroma. Contoh 10YR ¾
·
Reaksi
Tanah
Reaksi tanah diukur dan ditulis dengan PH. Pada umumnya
dibedakan atas asam, netral dan basa.
-
Tipe keasaman
Tipe
keasaman aktif disebabkan oleh adanya ion H+ dalam larutan tanah.
Keasaman ini diukur dengan menggunakan suspense tanah-air dengan nisbah
1:1;1:2,5; dan 1:5. Keasaman ini ditulis dengan PH (H2O) .
Tipe
keasaman potensial atau keasaman tertukarkan dihasilkan oleh H+ dan Al3+ yang di adsorbs oleh koloid tanah. PH
potensial diukur dengan menggunakan larutan tanah-elektrolit, pada umumnya KCl.
·
Penyebab
Keasaman Tanah
Keasamana
tanah disebabkan oleh ion H+ yangdihasilkan pada saat tejadi
pelindian kation-kation dalam tanah. Keadaan PH tanah mineral dipengaruhi oleh
kandungan kation dalam batuan induk.
Kation-kation dilepaskan pada saat terjadi pelapukan dan KTK dari koloid
tanah dijenuhi oleh kation sampai monsentrasi tertentu. Faktor lain seperti
iklim, perkembangan tanah, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap PH
tanah.
2.4
Tekstur
Tanah
Tekstur tanah adalah keadaan permukaan yang
bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi tiap-tiap butir yang ada di dalam
tanah. Seorang petani yang mencangkul di sawah atau di ladang dan sawahnya dan
akan mengatakan bahwa tanahnya kasar, berpasir, tanah liat dan sebagainya.
Kesemuanya itu merupakan gejala yang menunjukkan bawah tanah tersebut
sebenarnya memiliki tekstur tertentu sesuai dengan material yang dikandungnya.
Besarnya partikel tanah relatif sangat kecil, yang diistilahkan dengan tekstur.
Tekstur menunjukkan sifat halus atau
kasarnya butiran-butiran tanah. Teristimewa tekstur merupakan perbandingan
relatif antara fraksi pasir (sand), debu/lanau (silit) dan fraksi liat (clay)
yang terdapat dalam tanah. Dalam pengukuran tekstur tanah bahwa partikel dalam
bentuk krikil (gravel) dan partikel yang lebih besar tidak diperhitungkan,
karena materi ini tidak mengambil peranan penting dalam pembentukan tanah.
Penggolongan atau kelas tekstur tanah dari beberapa sumber, yaitu:
a.
Berdasarkan Lembaga
Penelitian Tanah Bogor, Departemen Pertanian, Derektorat Pertanian tahun 1969.
b.
Berdasarkan klasifikasi
U.S.D.A (United State Department of Agriculture) yang digunakan diseluruh
dunia.
2.5 Pembentukan dan
Perkembangan Tanah
Faktor
utama yang berperan dalam proses pembentukan tanah adalah batuan induk, iklim,
tumbuhan, waktu.
·
Batuan
Induk
Batuan merupakan bahan dasar mineral
tanah. Tanah yang belum berkembang memiliki karakteristik yang cukup antar
sifat batuan induk dan sifat tanah (tanah latosol). Sifat bahan induk tanah
juga berpengaruh terhadap aras perkembangan tanah dan kecepatan faktor lain
dalam mempengaruhi proses pembentukan tanah. Karakteristik batuan dapat
dipindahkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan komposisi mineral dan
kimiawi, sifat fisik batuan (struktur dan tekstur batuan) dan relief permukaan
batuan.
·
Iklim
Iklim
secara langsung mempengaruhi tanah dan hubungannya dengan lengas tanah serta
secara tidak langsung melalui tumbuhan.
-
Suhu radiasi matahari
merupakan energi yang berpengaruh terhadap suhu batuan dan tanah, sekaligus
terhadap aras pelapukan dan dekomposisi, semua proses biologi, kimiawi, dan
fisik sangat dipengaruhi oleh suhu.
-
Air, Sumber utama yang
diperlukan bumi adalah presipitasi. Air berpengaruh terhadap perkembangan
profil melalui proses perkolasi, kenaikan kapiler, permukaan dan genangan.
Semua proses ini berpengaruh terhadap proses alihtempat.
-
Keseluruhan pengaruh
iklim
-
Besarnya pengaruhiklim
terhadap pembentukan dan perkembangan profil tergantung pada besarnya air yang
mampu melewati tanah atau tejadinya evaporasi yang besar yang menyebabkan air
tanah naik dari lapisan mika air tanah.
·
Tumbuhan
atau bahan organik
Tumbuhan
bukan faktor independen seperti batuan
induk atau iklim, tetapi merupakan hasil interaksi antar batuan, iklim dan
tanah. Walaupun tumbuhan tergantung pada kondisi iklim, tetapi terdapat pengaruh
spesifik terhadap perkembangan tanah, yakni sebgaai berikut :
-
Tumbuhan menyediakan
bahan organik sebagai bahan induk tanah
-
Adanya tumbuhan akan
menghindarkan perubahan suhu dan kelembaban tanah secara drastis
-
Tanaman penutup tanah
mempertahankan tanah dari kerusakan akibat erosi dan pelindian unsur hara
-
Tumbuhan juga
berpengaruh terhadap kehidupan fauna tanah dan proses pembentukan tanah
·
Waktu
Dalam
proses pembentukan tanah, faktor bahan dan energi bahan induk, iklim, tumbuhan
dan waktu. Tahapan evolusi yang dicapai tanah tidak harus tergantung pada waktu
selama bermacam-macam faktor berinteraksi. Karena intensitas faktor dan
interaksinya bervariasi menurut waktu.
·
Profil
tanah
Interaksi faktor dan proses pedogenesis
akan menghasilkan sifat-sifat tanah yang dicerminkan dalam bentuk horizon dan
saling tindak antar horizon di dalam profil yang nampak setelah dilakukan
penggaliaan secara vertikal.
-
Sifat
tanah
Istilah
sifat tanah digunakan untuk menjembatani beberapa konsep yang mempunyai
persamaan arti, misalnya karakter, karakteristik, kenampakan dan laksana.
§ Litogenik
: sifat asli bahan induk yang dimodifikasi melalui pelapukan dan neoformasi
mineral. Contoh komposisi mineral, distribusi ukuran partikel.
§ Klimatgenik
: pengaruh iklim (terutama proses pengangkatan bahan tanah). Contonhnya :
pengayaan atau pemiskinan horizon
§ Fitogenik
: sifat komponen organik tanah yang berasal dari komposisi bahan organik
sebagai bahan induk tanah hasil proses dekomposisi dan humifikasi. Contoh :
kandungan humus
§ Hidrogenik
: sifat tanah yang terbentuk akibat proses redoks dan difusi di dalam tanah
yang mempunyai pengutusan terhambat atau dipengaruhi oleh tinggi air. Contoh
warna glesiasi dan terbentuknya bercak tanah
§ Antropogenik
: kenampakan yang terbentuk akibat aktivitas manusia. Contohnya kandungan hara
tinggi akibat pemupukan.
2.5
Profil
Tanah
Simbol-simbol
yang digunakan sebagai notasi horizon, terdapat perbedaan antara supplement to
the soil survey manual (soil survey staff,1962) dan soil survey manual (soil
survey staff, 1981) berikut ini notasi horizon terbaru.
§ Lapisan
O, yakni lapisan tanah yang di dominasi oleh bahan organik.
§ Horizon
A, yakni horizon mineral yang terbentuk dipermukaan atau di bawah horizon O
yang menunjukan kehilangan keseluruhan atau sebagian struktur asli batuan. Pada
horizon A mungkin terjadi humifikasi bahan organik yang tercampur dengan bahan
mineral dan tidak dipengaruhi sama sekali oleh karakteristik horizon E atau B.
§ Horizon
B, yakni horizon yang terbentuk di bawah horizon A dan O dan di dominasi oleh
kehilangan sebagian atau keseluruhan struktur asli batuan dan menunjukan satu
atau lebih karakteristik berikut ini :
-
Iluviasi lempung
silikat, besi, alumunium, humus, karbonat, gypsum atau silica masing-masing
secara murni atau kombinasi
-
Tampak nyata kehilanagn
karbonat
-
Konsistensi residu
silika
-
Seskuioksida yang
menghasilkan horizon mempunyai warna value rendah, warna chroma tinggi, atau
memiliki hue lebih merah daripada horizon di bawah atau di atasnya tanpa
menunjukan adanya iluviasi besi.
-
Alterasi yang membentuk
lempung silikat atau melepaskan oksida
atau keduanya dan terbentuk struktur granuler, gumpal atau prismatik
apabila perubahan volume diikuti perubahan kandungan lengas.
-
Bersifat rapuh
§ Horizon
C, yakni horizon yang tidak termasuk batuan induk yang keras, sedikit
dipengaruhi oleh faktor pedogenesis dan sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat
dari horizon O, A, B, atau E. bahan yang dijumpai di horizon C mungkin
sama atau tidak sama sekali dengan bahan
solum yang terbentuk. Horizon C kemungkinan telah mengalami proses modifikasi
meskipun tidak nyata telah terjadi proses pedogenesis.
§ Lapisan
R, yakni batuan induk yang termasuk granit, basal, quarsatik, dan batuan kapur
keras atau batu pasir yang keras sehingga tidak mungkin digali dengan
menggunakan sekop atau cangkul.
§ Horizon
E, yakni horizon tanah mineral dengan karakteristik khusus telah terjadi
kehilangan lempung silikat, besi, alumunium, atau kombinasinya. Dan yang
tertinggal tinggal akumulasi debu dan pasir.
2.6
Jenis
Tanah
Untuk
mengetahui hubungan antar jenis tanah, diperlukan pengetahuan yang mampu
mengelompokan tanah secara sistematik sehingga dikenal banyak sekali sistem
klasifikasi tanah yang berkembang.Klasifikasi tanah merupakan pengelompokan
suatu objek atau individu ke dalam kelas yang relatif sama atas dasar kesamaan
relatif sifat-sifat tanah.
Klasifikasi
alami tanah atau taksonomi didasarkan atas sifat tanah yang dimiliki tanpa
menghubungkan sama sekali dengan penggunaannya. Klasifikasi ini memberikan
gambaran terhadap sifat fisik, kimia,dan mineralogi tanah yang dimiliki
masing-masing kelas dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan
tanah. Memungkinkan pengalihan
pengetahuan tentang suatu tanah kepada tanah lainnya dalam kelompok yang sama.
Klasifikasi
teknis yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu. Klasifikasi teknis yang
dihubungkan dengan penggunaan tanah tertentu, misalnya klasifikasi
: Kemampuan Lahan (land capability), Kesesuaian lahan (land suitability), Klasifikasi ini dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda, baik untuk pertanian maupun yang nonpertanian.
2.7 Sistem
Klasifikasi Tanah
Sistem ini dibuat dalam rangka pembuatan peta tanah dunia skala
1 : 5.000.000 oleh FAO/UNESCO. Untuk ini telah dikembangkan suatu sistem
klasifikasi dengan dua kategori. Kategori yang pertama kurang lebih setara dengan
kategori great group, sedangkan kategori
kedua mirip dengan sub group dalam
sistem taksonomi USDA. Kategori yang lebih tinggi dan lebih rendah dari kedua
kategori tersebut tidak dikembangkan.
Untuk
pengklasifikasian, digunakan horizon-horizon penciri sebagian diambil dari
kriteria-kriteria horizon penciri pada taksonomi tanah USDA dan sebagaian dari
sistem klasifikasi tanah ini. Nama-nama tanah diambil dari nama-nama klasik
terutama tanah Rusia yang sudah terkenal, serta nama-nama tanah yang digunakan
di Eropa Barat, Kanada, AS, dan beberpa nama baru yang khusus dikembangkan
untuk tujuan ini (misalnya luvisol dan Akrisol).
Dari
uraian diatas nampak bahwa sistem ini merupakan kompromi dari berbagai sistem,
tujuannya agar diterima semua pihak. Walaupun demikian sistem ini lebih dapat
disebut sebagai suatu sistem satuan tanah daripada suatu sistem klasifikasi
tanah karena disertai dengan pembagian kategori yang lebih terperinci.
Sifat-sifat
tanah dalam tingkat great group menrurt FAO/UNESCO. Beberapa sifat tanah dalam
tingkat great group adalah sebagai berikut
Fluvisol
: tanah-tanah berasala dari endapan baru, hanya mempunyai horizon organik,
umbrik, histik, atau sulfurik, bahan organik menurun dengan tingkat tidak
teratur, berlapis-lapis.
Dalam
tingkat subgroup nama tanah terdiri dari dua patah kata seperti halnya sistem
taksonomi tanah, dimana kata kedua menunjukan nama great group, sedang kata
pertama menunjukan sifat utama dari subgroup tersebut. Di bawah ini adalah
beberapa contoh:
Great group : fluvisol
Subgroup : clacerio Fluvisol
Fluvisol
yang berkapur (Calceric)
Great Group : Gleysol
Subgroup : Mollic Gleysol
Gleysol yang mempunyai epipedon molik
Great Group : Cambisol
Subgroup : Humic Cambisol
Cambisol yang banyak mengandung humus
Kumpulan : Horizon ABC
Jenis tanah : Latosol
Macam tanah : Latosol Humik
Rupa : Latosol Humik, tekstur halus,
drainase baik
Seri : Bogor (Latosol Humik,
tekstur Liat, drainase baik)
Tabel 2.4 Istilah-istilah untuk Horizon
Perinci dengan Taksonomi Tanah
·
Sistem
klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor
Sistem
klasifikasi ini yang berasal dari pusat penelitian tanah Bogor dan telah banyak
di kenal di Indonesia adalah sistem Dudal-Soepraptohardjo (1957).
Tabel
2.5 Tatanan Nama Tanah dari Beberapa Versi
·
Jenis
Ordo Tanah
-
Alfisol
Tanah-tanah
dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah (=horison argilik) dan
mempunyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) tinggi yaitu > 35% pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horizon bawah ini
berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan
air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning sebagian, Latosol,
kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning
-
Andisol
Tanah-tanah
yang mempunyai lapisan dengan sifat andik 36cm, pada kedalaman 60cm tanah ini dulu
disebut Andosol .
-
Aridisol
Tanah-tanah
yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik (sangat kering). Mempunyai
epipedon nochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Dulu disebut Desert Soils.
-
Entisol
Tanah
yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak
ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, atau histik bila tanah sangat
lembek (ENT-Recent = baru). Tanah
ini dulu disebut Aluvial atau Regosol.
-
Gelisol
Tanah yang selalu
membeku karena suhu sangat dingin
-
Histosol
Tanah dengan kandungan bahan organik > 20% atau C-organik > 12% (tekstur pasir) atau bahan organik >30% (C-organik
> 18%) (tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya >40
cm (Histos=jaringan). Tanah ini
sehari-hari disebut Tanah Gambut, Tanah organik atau Organosol.
-
Inceptisol
Merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol
(inceptum = permulaan). Umumnya
mempunyai horison kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut kebanyakan tanah ini cukup subur. Tanah ini dulu termasuk tanah Aluvial, Regosol,
gleihumus, Latosol,dll.
-
Mollisol
Tanah yang mempunyai epipedon molik, yaitu epipedon yang tebalnya > 18 cm, berwarna hitam (gelap) dengan value lembab 3, kandungan bahan organik > 1% (C-organik >0,6%),
kejenuhan basa (NH4OAc) > 50%. Agregasi tanah baiksehingga tanah tidak keras bila kering (Mollis = lunak). Kecuali itu seluruh solum tanah juga harus mempunyai KB (NH4OAc) 50%. Tanah ini dulu disebut Chernozem,
Brunizem, rendzina, dll.
-
Oxisol
Tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit
(< 10%). Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga KTK rendah. KTK (NH4OAc)16cmol(+)
/kg liat dan KTK efektif (jumlah basa + Al12cmol (+) /kg liat. Banyak mengandung oksida-oksida
besi atau Al. Di lapang tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Tanah dulu disebut tanah Latosol (umumnya Latosol Merah atau Merah Kekuningan), Lateritik
atau juga Podzolik Merah
Kuning.
-
Spodosol
Tanah di mana di horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al oksida dan humus (horison spodik) sedang lapisan
atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna
pucat (albic). Tanah ini dulu disebut tanah Podzol.
-
Ultisol
Tanah-tanah di mana terjadi penimbunan liat di horison bawah (horison argilik), bersifat masam, KB pada kedalam 180 cm < 50%. Tanah ini dulu disebut tanah Podzolik Merah Kuning yang banyak terdapat di Indonesia. Kadang-kadang juga termasuk tanah Latosol dan Hidromorf Kelabu
-
Vertisol
Tanah dengan kandungan liat tinggi (> 30%) dari seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengerut (sifat vertik). Kalau kering tanah mengerut sehingga tanah pecah-pecah
dan keras, kalau basah mengembang dan lengket. Ditemukan bidang kilir (slicken side) dan struktur tanah baji. Tanah ini dulu disebut tanah Grumusol atau Margalit
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Lokasi dan Waktu Praktikum
Dalam praktikum Geografi Tanah pada
tanggal 20 November 2011 yang
dilaksanakan di Desa Tanjungwangi Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang tepatnya
di wilayah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Caringin dan dilaksanakan juga di
daerah desa Blanakan Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang tepatnya di sekitar
TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Kemudian pada tanggal
30 November 2011 kami mengambil sampel tanah di daerah Tangkuban Perahu tepatnya
di Desa Ciater Kecamatan Ciater Kabupaten Subang.
3.2
Alat dan Bahan Praktikum
·
Alat
Tabel
3.1 Alat-alat Praktikum
GPS
|
Tali
rapia
|
Karet
|
Bor tanah
|
Kompas
|
Munsell
book
|
Spidol
|
Lakmus
|
Meteran
|
Instrumen
praktikum
|
Alat
Tulis
|
Peta RBI
|
Pisau
lapangan
|
Plastik sampel
|
Ring
sampel
|
Kamera
|
Busur
|
Digital gram scales
|
Oven tanah
|
Pipet, cetok
|
tabung ukur
|
cawan alumunium foil
|
Bor Tanah
|
Kompas
|
·
Bahan
Tabel 3.2 Bahan
Praktikum
Sampel tanah
|
KCl
|
Aquades (air mineral)
|
HCl
|
H2O2
|
Spirtus
|
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang telah kami lakukan yakni dengan cara observasi lapangan,
yaitu data dari hasil pengamatan untuk
mengetahui secara detil mengenai fenomena yang terjadi dengan mencatat secara
rinci mengenai keadaan yang terjadi di lokasi dan mengambil sampel tanah, lalu
melakukan pengujian tanah dalam laboratorium. Penulis juga melakukan studi
literatur yakni merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber
literatur seperti artikel, buku, internet dan lain-lain yang dianggap relevan
dengan kajian penelitian, serta menggunakan instrumen-instrumen penelitian yang
disediakan oleh dosen.
3.4
Cara
Praktikum
3.4.1
Praktikum di Lapangan
-
Pemberangkatan dari kampus menuju lokasi penelitian.
-
Melakukan kegiatan penelitian itu sendiri. Penelitian ini
dimulai dengan mengamati cara-cara praktikum yang di perlihatkan Dosen di TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) Caringin, kemudian kami mencari tempat yang cocok
untuk pengambilan sampel lalu mengambil sampel tanah setiap horizonnya dengan
menggunakan dua cara, yaitu disturbed
sampling dan undisturbed sampling.
a) Disturbed Sampling adalah
sampling tanah yang terganggu, misalnya tanah yang pengambilan menggunakan
pacul, skop dll.
b) Undisturb Sampling adalah
sampling tanah yang tidak terganggu. Cara pengambilan tanahnya menggunakan ring sample.
Lokasi kedua adalah di TPI (Tempat Pelelangan Ikan)
Blanakan, kami mengambil sampel tanah yang ada di dekat sawah, kami mengambil
sampel tanah tersebut dengan cara disturbed
sampling dan undisturbed sampling. Dan
lokasi yang ketiga adalah mengambil
sampel tanah yang berada di daerah Tangkuban Perahu, kami pun mengambil sampel
tanah menggunakan cara yang sama seperti yang telah dipaparkan di atas.
-
Selain itu kami
melakukan pengamatan tanah dengan cara mengamati tekstur, struktur, kedalaman
tanah efektif, warna, kelembaban, konsistensi, profil tanah, aktiftas fauna dan
kemiringan lereng.
c) Pengamatan
warna tanah
-
Dari segumpal tanah
yang asli, maka diambil agregat tanah yang mewakili (dengan pisau) kira-kira
sebesar 2-3 cm diameter.
-
Kemudian warna tanah
tersebut dibandingkan dengan warna-warna yang terdapat dalam lembaran buku
Munsell Soil Colour Chart tadi.
-
Catat satuan / kode
yang terdapat dalam lembaran buku ini, yaitu kilapan (hue) contoh 5 YR, nilai
(value) contoh 5/ dan kroma (chroma) contoh /6.
-
Sebagai contoh kode
warna yang lengkap pada no.3 di atas adalah 5 YR 5/6 yang berarti yellowish
red (merah kekuning-kuningan).
-
Biasanya warna ini
dicatat pada dua keadaan yaitu pada keadaan lembab (wet) dan kering (dry), oleh
sebab itu tanah yang kering ditentukan juga warna lembabnya dengan dibasahi
sedikit.
3.4.2
Praktikum di Laboratorium
Setelah mengambil sampel tanah yang
kami dapat di lapangan, kami melakukan
pengujian tanah tersebut di laboratorium dengan menggunakan cara sebagai
berikut.
Ø Menentukan
tekstur tanah
-
Mengambil sedikit tanah
sampel disturbed.
-
Basahi tanah dengan air.
-
Kemudian Pijat-pijat
atau dipilin-pilin tanah hingga terasa tingkat kekasaran, kelicinan dan
kelengketannya.
-
Setelah itu baru kita
dapat menentukan jenis tekstur tanah tersebut.
Ø Mendeteksi
PH aktual menggunakah H2O
-
Ambil sampel tanah disturbed, masukan ke gelas lalu
masukkan pula aquades dengan perbandingan 2:5 yakni 2 untuk tanah dan 5 untuk
air aquades.
-
Kocok-kocok sampai
tersuspensi, dan biarkan sampai mengendap.
-
Lalu celupkan kertas
lakmus lalu lihat indikator pH di kertas lakmus.
-
Kemudian samakan dengan
warna indikator yang ada di kertas pH.
Ø Mendeteksi
pH potensial menggunakan larutan KCl
- Ambil
sampel tanah disturbed, lalu masukan
ke tabung reaksi kemudian masukkan larutan KCL dengan perbandingan 2:5, 2 untuk
tanah dan 5 untuk larutan KCL.
- Kocok-kocok
sampai tersuspensi dan biarkan sampai mengendap selama 15 menit.
- Celupkan
kertas lakmus lalu lihat indikator pH di kertas lakmus.
Ø Mendeteksi
kandungan bahan organik
↔ Kualitatif
- Ambil
sampel tanah secukupnya.
- Kemudian
diratakan di atas kertas saring.
- Tetesi
tanah menggunakan larutan H2O2 dengan pipet secara merata.
- Amati
reaksi gelembung pada tanah apakah gelembung tersebut sedikit atau banyak.
↔ Kuantitatif
- Ambil
sampel tanah secukupnya yang sudah di oven.
- Setelah
itu timbang tanah yang sudah di oven.
- Kemudian
tanah tersebut di tuangkan spirtus lalu di bakar sampai tidak ada api yang
menyala.
- Kemudian
setelah itu timbang lagi.
- Lalu
bandingkan massa tanah sesudah dibakar dan sebelum dibakar.
Ø Mendeteksi
struktur tanah
-
Mengambil sebongkah
tanah dari sampel terganggu.
-
Kemudian dijatuhkan ke
permukaan yang datar dengan jarak setengah tinggi badan atau setinggi pinggang.
-
Lalu amati pecahan dari
struktur yang dihasilkan setelah tanah tersebut di jatuhkan, amati bentuknya,
dan cocokkan dengan kriteria struktur tanah yang ada.
BAB
IV
HASIL
PRAKTIKUM
4.1
Deskripsi Umum Daerah Lokasi Praktikum
Subang adalah sebuah kabupaten yang
baru mendapatkan pemekaran wilayah administratif dari kabupaten Bandung dan
merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat dengan ibukota kabupatennya berada di
Subang. Luas wilayah Subang 205.176,95 ha atau 6,34% dari luas Provinsi Jawa
Barat. Wilayah ini terletak pada koordinat 06º 11' - 6º 49' LS dan 107º 31'-
107º 54' BT.
Gb.4.1
Wilayah Kabupaten Subang
(Sumber: http://www.subang.go.id)
Adapun
wilayah Kabupaten Subang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
·
Sebelah Utara
berbatasan dengan laut Jawa,
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat,
·
Sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang,
·
Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu.
Berdasarkan
topografinya, wilayah Kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 zona, yaitu :
Ø Daerah Dataran Rendah atau Subang Bagian Utara
Daerah
ini merupakan daerah dengan ketinggian antara 0-50 m.dpl dengan luas 92.639,7
Ha atau 45,15% dari seluruh wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi
Kecamatan Pagadean, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya
Pamanukan, Sukasari, Legon kulon, Blanakan, Patokbeusi, Tambakdahan, dan
sebagian Pagadean Barat.
Ø Daerah Berbukit dan Dataran atau Subang Bagian Tengah
Daerah
ini merupakan daerah dengan ketinggian antara 50-500 m.dpl dengan luas wilayah
71.502,16 hektar atau 34,85 % dari seluruh luas wilayah kabupaten Subang. Zona
ini meliputi wilayah Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipendeuy,
sebagian besar Kecamatan Purwadadi, Cikaum
dan Pagadean Barat.
Gb.4.3 Daerah Berbukit dan Dataran
di Subang Tengah
(Sumber: http://www.subang.go.id)
Ø Daerah Pegunungan atau Subang Bagian Selatan
Daerah
ini memiliki ketinggian antara 500-1500 m.dpl dengan luas 41.035,09 Ha atau 20
% dari seluruh luas wilayah kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi kecamatan
Jalan Cagak, Ciater, Kasomalang, Sagalaherang, Serangpanjang, sebagian besar
Kecamatan Jalan Cagak, dan sebagian besar Kecamatan Tanjungsari.
Gb.4.4 Daerah
Pegunungan di Subang Selatan
(Sumber: http://www.subang.go.id)
Bentang Alam di Subang adalah
terdiri dari batuan geomorfologi asal gunung api tua, yaitu Gunung Sunda.
Secara umum daerah ini tersusun atas daerah yang terkontrol oleh struktur, baik
lurus ataupun melingkar yang diperkirakan bekas kaldera gunung api tua. Pada
daerah tertentu struktur tersebut juga di kontrol oleh kehadiran sumber air
panas seperti di Ciater dan Maribaya. Bentukan geomorfologi asal gunung api tua
biasanya merupakan daerah aktivitas sistem hidrotermal dan geotermal gunung
api.
Daerah
Cijengkol, Maribaya, Subang, Gunung Cipunagara dan Gunung Kadaka, yang
merupakan daerah bekas aktivitas sistem tersebut di atas hadir dalam bentuk
kaldera gunung api tua yang di harapkan potensial untuk daerah mineralisasi
logam sulfida.
4.2
Deskripsi Plot Ciater
Untuk pengamatan tanah yang pertama,
tanah diambil dari plot pertama yang terletak di koordinat 06° 46’ 18” LS dan
107° 38’ 21” BT tepatnya di daerah Desa Ciater Kecamatan Ciater Kabupaten
Subang.
Adapun
profil tanah yang di dapat dari plot ini adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Profil Tanah Plot Ciater
Parameter
|
Plot Ciater
|
||||
Horizon
|
A
|
B
|
C
|
||
Ketebalan
|
0-10 Cm
|
20-27 Cm
|
>27 Cm
|
||
Batas
Horizon
|
Jelas (Clear)
|
||||
Karatan
(Mottles)
|
-
|
Sedang, Ukuran besar, Jelas
|
-
|
||
Konkresi
|
-
|
Sedang, kekuatan
sedang, besar
|
-
|
||
Tekstur
|
Lempung liat berpasir (Sandy
Clay Loam)
|
Lempung berpasir
|
|||
Konsistensi
|
Basah: Lekat (Slight)
|
Basah: Sedikit lekat
|
|||
Lembab: gembur
|
Lembab: Teguh
|
Lembab: Sangat teguh
|
|||
Kering: Lemah
|
Kering: Sedikit kuat
|
||||
Struktur
|
Struktur sedang, gumpalan, lemah
|
Struktur sedang, bentuk gumpal, kekuatan sedang
|
Kasar, bentuk gumpalan, kekuatan sedang
|
||
Bahan
Organik
|
Sedikit sekali
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
||
Aktivitas
Fauna
|
Banyak (>14)
|
Sedang (1
– 14)
|
|||
Retakan
|
Sedang (2
% - 20 %), kecil (<0.5
cm)
|
Sedikit (<2
%), kecil (<0.5 cm)
|
Sedikit (<2
%), kecil (<0.5 cm)
|
||
Perakaran
|
Banyak, ukuran besar (>5 mm), dan kecil (<2 mm)
|
Sedang, ukuran besar (>5 mm)
|
-
|
||
4.2.1 Sifat Fisik
Berdasarkan perolehan data sebagai mana
di atas, maka diperoleh bahwa tanah di plot 1 Ciater ini memiliki ketajaman
perubahan horizon ke horizon lainnya yang jelas (Clear), hal ini berarti bahwa tebal peralihan antar horizon
berkisar 2,5-6,5 cm. Adapun dengan ketebalan horizon A 0-10 cm, kemudian pada
horizon B ketebalannya mencapai 20-27 cm, serta pada horizon C ketebalannya
lebih dari 27 cm. Tidak semua dari horizon tanah yang ada di plot ini memiliki
karatan (mottles), hal ini terbukti
dari keberadaan karatan (mottles)
yang hanya ada di horizon B dengan jumlah karatan sedang (medium), ukuran besar dengan perbandingan yang jelas (distinct). Dengan keberadaan karatan
(mottles) pada horizon B saja, maka hal ini memunculkan konkresi (concretion) yakni akumulasi bahan-bahan
dalam tanah yang bersifat keras secara kimiawi pada
horizon B tersebut dengan jumlah konkresi (concretion)
sedang, kekuatannya sedang (moderat), dan ukurannya besar yakni berdiameter
lebih dari 1,5 cm.
Setelah melewati
pengujian tekstur dengan menggunakan indikator kekasaran, kelicinan, dan kelengketan, maka diperoleh bahwa tanah di plot ini
memiliki
karakteristik cukup kasar, tidak licin, cukup lengket dan plastis, benang panjang, tanah sukar dibentuk
cincin, dan
cukup mengkilap. Maka, kami menyimpulkan bahwa tanah di plot ini memiliki tekstur lempung liat berpasir (sandy clay loam) untuk horizon A dan B.
Sedangkan untuk
horizon C memiliki tekstur lempung berpasir (Sandy Loam) karena dirasakan
sangat kasar, tidak licin, tidak lengket dan plastis, serta tidak dapat
dibentuk benang.
Daya tahan tanah terhadap gaya luar atau konsistensi
tanah di plot ini, yakni ketika basah maka konsistensi tanah horizon A dan B
menjadi lekat (slight) sedangkan
untuk horizon C menjadi sedikit lekat (slight
sticky). Dalam keadaan lembab, horizon A menjadi gembur (friable), horizon B menjadi teguh (firm), dan horizon C menjadi sangat
teguh (very firm). Sedangkan untuk
keadaan kering, horizon A dan B konsistensinya menjadi lemah (soft) dan horizon C menjadi sedikit
kuat (slight hard). Struktur dari
tanah di plot ini untuk horizon A mengalami perkembangan struktur sedang ditandai
dengan ped yang terbentuk tetapi mudah rusak, bentuknya berupa gumpalan, dan
kekuatannya lemah. Untuk horizon B, perkembangan struktur sedang ditandai
dengan ped yang terbentuk tetapi mudah rusak, bentuknya gumpalan, dan
kekuatannya sedang. Sedangkan untuk horizon C, kekerasannya kasar (coarse), bentuknya gumpalan dengan
kekuatan sedang. Retakan (cracks) yang ditemukan pada horizon A
persentasenya sedang
(2 % - 20 %) dan berukuran kecil (<0.5 cm). Pada horizon B dan C persentase retakan sedikit (<2 %) dengan ukuran kecil (<0.5
cm).
4.2.2 Sifat Biologi
Untuk aktivitas fauna sendiri, ditemukan bahwa pada
horizon A dan B aktivitas faunanya banyak yaitu dengan ditemukannya
lubang-lubang cacing atau bekas serangga
sebanyak >14/ 7 cm2 tanah. Sedangkan untuk horizon C tanda adanya
aktivitas fauna hanya dalam kategori sedang dengan jumlah lubang cacing 1 – 14/ 7 cm2 tanah. Perakaran
(roots) yang terdapat pada horizon A jumlahnya banyak, akar berukuran besar (>5
mm) dan adapula akar
dengan ukuran kecil
(<2 mm).
Pada horizon B, jumlah perakarannya sedang (medium) dengan ukuran akar yang besar (>5 mm). Untuk horizon C sendiri, tidak ditemukan perakaran.
4.2.3 Sifat Kimia
Kandungan bahan organik dalam tanah horizon A sedikit
sekali, sedangkan untuk horizon B dan C tidak ada. Hal ini dilihat dari tidak
adanya buih ketika direaksikan dengan larutan H2O2. Derajat
keasaman yang terukur di plot ini adalah pH aktual dan pH potensial untuk
Horizon A masing-masing 5, yang berarti bahwa tanahnya cenderung asam. pH
aktual dan pH potensial untuk Horizon B dan C masing-masing 4, yang berarti
bahwa tanahnya sangat asam. Karena terletak antara range 3,5 – 4,5. Kandungan
kapur dalam horizon A relatif banyak, pada horizon B tidak ada, sedangkan pada
horizon C kandungan kapurnya sedikit.
Ø
Adapun
data hasil pengolahan laboratorium terhadap sampel tanah terganggu (disturbed sample) dan sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) yang kami dapat
dari plot Ciater adalah sebagai berikut.
·
Rumus Massa
Padat (gram)
= Massa Tanah sebelum di Oven – Massa Tanah sesudah di Oven (Gram)
Tabel 4.2 Massa Padat Disturbed Sample (Gram)
|
||||||
Sampel Terganggu (Disturbed
Sample)
|
||||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
||||
Massa Tanah dan Cawan
|
Massa Cawan
|
Massa Tanah
|
Massa Tanah dan Cawan
|
Massa Cawan
|
Massa Padat
|
|
A
|
350.29
|
4.67
|
345.62
|
133.8
|
4.67
|
129.13
|
B
|
348.72
|
4.64
|
344.08
|
181.1
|
4.64
|
176.46
|
C
|
345.11
|
6.5
|
338.61
|
189.03
|
6.5
|
182.53
|
·
Rumus Massa Air
(gram)
= Massa
tanah sebelum oven – massa padat
Tabel 4.3 Massa Air Disturbed Sample (Gram)
|
|||
Sampel Terganggu (Disturbed
Sample)
|
|||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
Massa Air
|
Massa Tanah
|
Massa Padat
|
||
A
|
345.62
|
129.13
|
216.49
|
B
|
344.08
|
176.46
|
167.62
|
C
|
338.61
|
182.53
|
156.08
|
Tabel 4.4 Massa Padat Undisturbed Sample (Gram)
|
||||||
Sampel Tidak Terganggu
(Undisturbed Sample)
|
||||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
||||
Massa Tanah dan Ring
|
Massa Ring
|
Massa Tanah
|
Massa Tanah dan Ring
|
Massa Ring
|
Massa Padat
|
|
A
|
520.04
|
308.24
|
211.8
|
412.47
|
308.24
|
104.23
|
B
|
550.43
|
308.12
|
242.31
|
441.13
|
308.12
|
133.01
|
C
|
507.04
|
307.16
|
199.88
|
416.33
|
307.16
|
109.17
|
Tabel 4.5 Menghitung Massa Air Undisturbed Sample (Gram)
|
|||
Sampel Tidak Terganggu
(Undisturbed Sample)
|
|||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
Massa Air
|
Massa Tanah
|
Massa Padat
|
||
A
|
211.8
|
104.23
|
107.57
|
B
|
242.31
|
133.01
|
109.3
|
C
|
199.88
|
109.17
|
90.71
|
Grafik 4.1 Perbandingan Massa Tanah, Massa Padat, dan
Massa Air dari Undisturbed Sample
·
Rumus Volume
Padat (cm3)
=
Volume air akhir – volume air awal
Tabel 4.6 Volume Padat (cm3)
|
|||
Horizon
|
Volume Air Awal (Cm3)
|
Volume Air Akhir (Cm3)
|
Volume Padat (Cm3)
|
A
|
500
|
570
|
70
|
B
|
460
|
540
|
80
|
C
|
400
|
460
|
60
|
·
Rumus volume
pori (cm3)
= Volume
total – volume padat
Tabel 4.7 Volume Pori (Cm3)
|
|||
Horizon
|
Volume Total
|
Volume Padat
|
Volume Pori
|
A
|
189.34
|
70
|
119.34
|
B
|
189.34
|
80
|
109.34
|
C
|
189.34
|
60
|
129.34
|
Tabel 4.8 Gravimetri
Horizon
|
Volume
Padat (cm3)
|
Volume
Pori (cm3)
|
|
Volume
Air (cm3)
|
Volume
Udara (cm3)
|
||
A
|
70
|
107.57
|
11.77
|
B
|
80
|
109.3
|
0.04
|
C
|
60
|
90.71
|
38.63
|
Tabel 4.9 Persentase Kelembaban Tanah (θ
%)
|
|||
Horizon
|
Massa Air (gr)
|
Volume Total(cm3)
|
θ %
|
A
|
107.57
|
189.34
|
56.81
|
B
|
109.3
|
189.34
|
57.73
|
C
|
90.71
|
189.34
|
47.91
|
·
Rumus kandungan bahan organik:
= Massa tanah sebelum dibakar – massa tanah setelah di bakar
Tabel 4.10 Kandungan Bahan
Organik (Gram)
Sebelum Dibakar
|
Setelah Dibakar
|
||||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Massa Cawan
|
Massa Tanah
|
BO
|
% BO
|
A
|
134.6
|
4.66
|
75.53
|
15.95
|
12.27
|
B
|
75.64
|
4.66
|
65.53
|
10.2
|
14.37
|
C
|
34.06
|
4.62
|
85.53
|
4.93
|
16.75
|
·
Rumus Bulk
Density (gram/cm3):
= massa
tanah ÷ (volume tanah + pori tanah)
Tabel 4.11 Bulk Density (Gram/cm3)
|
||||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Volume Tanah
|
Volume Pori
|
Bulk Density
|
A
|
211.8
|
189.34
|
75.53
|
0.80
|
B
|
242.31
|
189.34
|
65.53
|
0.95
|
C
|
199.88
|
189.34
|
85.53
|
0.73
|
·
Rumus Partikel
Density (gram/cm3):
= massa
tanah ÷ volume tanah
Tabel 4.12 Particel Density (Gram/cm3)
|
|||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Volume Tanah
|
Particel Density
|
A
|
211.8
|
189.34
|
1.12
|
B
|
242.31
|
189.34
|
1.28
|
C
|
199.88
|
189.34
|
1.06
|
Tabel 4.13 Tingkat Porositas (%)
|
|||
Horizon
|
Bulk Density
|
Particel Density
|
Porositas
|
A
|
0.96
|
1.46
|
28.52
|
B
|
1.15
|
1.66
|
25.71
|
C
|
0.87
|
1.37
|
31.12
|
Berdasarkan pengolahan
data di atas, maka diperoleh bahwa massa air untuk horizon A lebih besar
daripada massa padat sehingga tanah cenderung basah atau lembab. Sedangkan
untuk horizon B dan C, massa air lebih kecil daripada massa padat sehingga
kadar air untuk kedua horizon ini lebih rendah daripada horizon A.
Dikarenakan volume pori lebih besar dari pada volume
padat, maka itu berarti tanahnya mudah
pecah dan peluang air untuk mengisi pori menjadi besar akibatnya tanah menjadi
gembur. Hal seperti ini jika disertai dengan kemiringan lereng yang curam dan
tidak adanya vegetasi penutup, maka akan berdampak terjadinya tanah yang rentan
terhadap erosi.
Untuk kelembaban tanah horizon A dan B, cenderung lebih
dari 50% sehingga hal ini membuktikan bahwa air yang mengisi pori tanah di
kedua horizon tersebut cenderung banyak. Ini dapat mengakibatkan tanah menjadi
gembur. Selain itu, jika hal ini disertai genangan air di permukaan, secara
tidak langsung dapat mempengaruhi warna tanah karena terjadinya reduksi dan
oksidasi. Bulk Density yang terdapat di horizon A, B, dan C adalah bernilai
kurang dari 1, maka tanah cenderung tidak padat dan volume porinya besar. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan faktor agregat tanah. Particel Density pada tanah ini cenderung tidak padat, karena
masih kurang dari 2. Tingkat porositas yang ada pada horizon A dan B mendekati
normal. Sedangkan untuk horizon C tingkat porositasnya normal dikarenakan dalam
kisaran 31,12%. Persentase kandungan bahan organik pada setiap horizon masih
tergolong sedang, dikarenakan masih kurang dari 50%. Hal ini mempengaruhi warna
tanah dan tingkat kesuburan tanah di lokasi itu sendiri yang tinggi bahan
organiknya. Tanah di plot ini merupakan tanah vulkanik.
4.3
Deskripsi Plot Desa Tanjungwangi, Cijambe
Plot
kedua terletak di koordinat 06° 36’24” LS dan 107° 43’52” BT tepatnya di daerah
desa Tanjungwangi Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang, di mana penggunaan lahan
dominannya adalah sawah dan kebun. Vegetasi yang dijumpai di plot ini di antaranya padi, ilalang,
pohon kelapa, rumput dan pohon pisang. Pengambilan sampel tanah dilakukan di
tebing yang bervegetasi pohon pisang dan tanaman singkong. Plot ini memiliki
kemiringan lereng sebesar 43%.
Tabel
4.14 Profil Tanah di Plot
Tanjungwangi, Cijambe
Parameter
|
Plot Tanjungwangi, Cijambe
|
|
Horizon
|
A
|
B
|
Ketebalan
|
0-7 dan 13-30
|
7-12
|
Batas
Horizon
|
Jelas
|
|
Karatan
(Mottles)
|
Banyak, kecil, jelas
|
Banyak, kecil, berbaur
|
Konkresi
|
Sedikit, kecil, Fe, Mn, Lemah
|
Sedikit, kecil, Fe, Ca, lemah
|
Tekstur
|
Lempung Berdebu (Silty
Loam)
|
|
Konsistensi
|
Basah: Sedikit lekat
|
|
Lembab: Gembur (Friable)
|
||
Kering: lunak
|
Kering: lemah
|
|
Struktur
|
Struktur sedang, ukuran sedang, bentuk gumpal
menyudut
|
Struktur kuat, ukuran sedang, bentuk gumpal menyudut
|
Bahan
Organik
|
Sedang
|
Sedang
|
Aktivitas
Fauna
|
Sedang (1
– 14)
|
Sedang (1
– 14)
|
Lapisan
Liat
|
Sedikit (C1)
|
Sedikit (C1)
|
Retakan
|
Sedikit (<2
%),
kecil (<0.5 cm)
|
Sedikit (<2
%), kecil (<0.5 cm)
|
Pori-pori
Tanah
|
Sedang dan kecil
|
|
Perakaran
|
Banyak dan sedang
|
Sedang dan kecil
|
Kandungan
Batu
|
-
|
-
|
Matrix Color
|
10YR 4/6
|
2,5 YR 2.5/4
|
Ph
aktual
|
5
|
5
|
Ph
Potensial
|
4
|
5
|
4.3.1 Sifat Fisik
Berdasarkan
perolehan data sebagaimana di atas, maka diperoleh bahwa tanah di plot 2 Tanjungwangi ini memiliki ketajaman perubahan
horizon ke horizon lainnya yang jelas, hal ini berarti bahwa tebal peralihan antar
horizon berkisar 2,5-6,5 cm. Namun bentuknya tidak teratur karena batas horizonnya tidak beraturan
dan naik turun tidak berpola. Adapun
ketebalan horizon A 0-7 dan 13-30 cm, kemudian
pada horizon B ketebalannya mencapai 7-12
cm. Hal yang
menyulitkan identifikasi di plot ini adalah batas horizon yang tidak beraturan.
Karena berdasarkan warna dan kekerasannya, horizon B teridentifikasi menyisip
di antara horizon A. Namun sayangnya, kami tidak menemukan horizon C,
dikarenakan horizon A nya saja masih sangat tebal. Semua dari horizon tanah yang ada di plot ini
memiliki karatan (mottles), hal ini
terbukti dari keberadaan karatan (mottles)
yang ada di horizon A dengan jumlah karatan banyak (abundent), ukuran kecil dengan
perbandingan yang jelas (distinct). Pada horizon B, karatan juga
dapat terlihat dengan jumlah yang banyak, ukuran kecil, dan perbandingannya
berbaur (faint). Dengan
keberadaan karatan (mottles) pada
horizon A
dan B tersebut, maka memunculkan konkresi (concretion) yakni akumulasi bahan-bahan
dalam tanah yang bersifat keras secara kimiawi pada
horizon A
dan B tersebut dengan
jumlah konkresi (concretion) sedikit, kekuatannya lemah (weak),
dan ukurannya kecil yakni berdiameter 0,5 cm.
Konkresi
yang ditemukan pada horizon A berwarna merah dan hitam, yang berarti merupakan
hasil dari akumulasi proses oksidasi Fe dan Mn. Sedangkan pada horizon B
ditemukan konkresi berwarna merah (Fe) dan putih (Ca).
Setelah melewati
pengujian tekstur dengan menggunakan indikator kekasaran, kelicinan, dan kelengketan, maka diperoleh bahwa tanah di plot ini
memiliki
karakteristik sangat licin, hampir tidak lengket dan plastis, benang tanah sukar dibentuk, dan tidak mengkilap. Maka, kami menyimpulkan bahwa tanah di plot ini memiliki tekstur lempung berdebu (silty
loam) untuk horizon A dan B. Daya tahan tanah terhadap gaya luar atau konsistensi tanah
di plot ini, yakni ketika basah maka konsistensi tanah horizon A dan B menjadi
sedikit lekat (slight sticky). Dalam
keadaan lembab, horizon A dan B menjadi gembur (friable) karena bahan tanah mudah rusak dengan tekanan ibu jari dan
telunjuk sekalipun. Sedangkan untuk keadaan kering, horizon A konsistensinya
menjadi lunak karena massa tanah terikat sangat lemah dan gembur, dapat
dihancurkan menjadi seperti bedak meski dengan tekanan yang tidak terlalu kuat,
sedangkan horizon B konsistensinya menjadi lemah (soft). Struktur dari tanah di plot ini untuk horizon A mengalami
perkembangan struktur sedang ditandai dengan ped yang terbentuk tetapi mudah rusak,
bentuknya berupa gumpal bersudut, dan ukurannya sedang. Untuk horizon B,
perkembangan strukturnya kuat ditandai dengan ped yang terbentuk secara alamiah
dan teguh. Apabila diusik, sebagian besar masih utuh dan jarang yang menjadi
partikel murni, bentuknya gumpal menyudut dengan ukuran sedang.
4.3.2 Sifat Biologi dan Kimia
Kandungan bahan organik dalam tanah horizon A dan B
sedang. Hal ini dilihat dari jumlah buih yang relative sedang ketika
direaksikan dengan larutan H2O2. Untuk aktivitas fauna
sendiri, ditemukan bahwa pada horizon A dan B aktivitas faunanya sedang yaitu
dengan ditemukannya lubang-lubang cacing atau bekas serangga sebanyak 1 – 14/ 7 cm2 tanah. Retakan (cracks) yang ditemukan
pada horizon A dan horizon B persentase retakan sedikit (<2 %) dengan ukuran kecil (<0.5
cm). Perakaran (roots) yang terdapat pada horizon A
jumlahnya banyak,
akar berukuran sedang (2-5 mm) dan adapula akar dengan ukuran kecil (<2
mm). Pada horizon B, jumlah perakarannya sedang (medium) dengan ukuran akar kecil (<2 mm).
Derajat keasaman yang diperoleh untuk tanah di plot ini adalah untuk horizon A
pH aktualnya adalah 5 dan pH potensialnya adalah 4. Sedangkan untuk horizon B
pH aktualnya 5 dan pH potensialnya adalah 5. Warna tanah yang diduga mewakili
adalah 10YR
4/6 untuk
horizon A, dan 2,5
YR 2.5/4 untuk horizon B.
Ø Adapun data hasil pengolahan
laboratorium
terhadap sampel tanah terganggu (disturbed
sample) dan sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) yang kami dapat dari plot Tanjungwangi,
Cijambe adalah sebagai berikut.
·
Rumus Massa
Padat :
Massa Tanah sebelum di Oven – Massa Tanah sesudah di Oven (Gram)
Tabel 4.15 Massa Padat
(Disturbed Sample)
|
||||||
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
|
||||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
||||
Massa Tanah dan Cawan
|
Massa Cawan
|
Massa Tanah
|
Massa Tanah dan Cawan
|
Massa Cawan
|
Massa Padat
|
|
A
|
106.93
|
3.27
|
103.66
|
79.34
|
3.27
|
76.07
|
B
|
222.14
|
3.7
|
218.44
|
163.49
|
3.7
|
159.79
|
·
Rumus Massa Air
Massa Tanah – Massa Padat (Gram)
Tabel 4.16 Massa Air
(Disturbed Sample)
|
|||
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
|
|||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
Massa Air
|
Massa Tanah
|
Massa Padat
|
||
A
|
103.66
|
76.07
|
27.59
|
B
|
218.44
|
159.79
|
58.65
|
Tabel 4.17 Massa Padat
(Undisturbed Sample)
|
||||||
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
|
||||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
||||
Massa Tanah dan Ring
|
Massa Ring
|
Massa Tanah
|
Massa Tanah dan Ring
|
Massa Ring
|
Massa Padat
|
|
A
|
507.08
|
303.82
|
203.26
|
446.69
|
303.82
|
142.87
|
B
|
502.2
|
308.12
|
194.08
|
426.49
|
308.12
|
118.37
|
Tabel
4.18 Menghitung Massa Air (Undisturbed Sample)
|
|||
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
|
|||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
Massa Air
|
Massa Tanah
|
Massa Padat
|
||
A
|
203.26
|
142.87
|
60.39
|
B
|
194.08
|
118.37
|
75.71
|
·
Rumus Volume
Padat :
Volume air akhir – Volume air awal (cm3)
Tabel 4.19 Volume Padat (cm3)
|
|||
Horizon
|
Volume Air Awal
|
Volume Air Akhir
|
Volume Padat
|
A
|
500
|
560
|
60
|
B
|
500
|
580
|
80
|
·
Rumus Volume
Total :
V = 3,14 x r2 x t
Tabel 4.20 Volume Total
(cm3)
|
|||||||||
Horizon
|
Jari-jari Ring (Cm)
|
Tinggi Ring (Cm)
|
Volume Ring (Cm3)
|
||||||
A
|
2.65
|
6.9
|
153.37
|
||||||
B
|
2.65
|
6.8
|
167.40
|
||||||
·
Rumus Kelembaban Tanah (%)
(Massa air ÷ volume
total) x 100%
Tabel 4.21 Persentase Kelembaban
Tanah (θ %)
|
|||||||||
Horizon
|
Massa Air
|
Volume Tanah
|
θ %
|
||||||
A
|
60.39
|
153.37
|
39.38
|
||||||
B
|
75.71
|
167.40
|
42.43
|
||||||
·
Rumus Bulk
Density (gram/cm3):
= massa
tanah ÷ (volume tanah + pori tanah)
Tabel 4.22 Bulk
Density (Gram/cm3)
|
||||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Volume Tanah
|
Volume Pori
|
Bulk Density
|
A
|
203.26
|
153.37
|
92.15
|
0.83
|
B
|
194.08
|
167.40
|
69.94
|
0.82
|
·
Rumus Partikel
Density (gram/cm3):
= massa
tanah ÷ volume tanah
Tabel 4.23 Particel
Density (Gram/cm3)
|
|||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Volume Tanah
|
Particel Density
|
A
|
203.26
|
153.37
|
1.33
|
B
|
194.08
|
167.40
|
1.16
|
·
Rumus volume
pori (cm3)
= Volume
total – volume padat
Tabel 4.24 Volume Pori
(cm3)
|
|||
Horizon
|
Volume Tanah
|
Volume Padat
|
Volume Pori
|
A
|
153.37
|
60
|
93.37
|
B
|
167.40
|
80
|
87.40
|
·
Rumus porositas:
Porositas total = 1 – (Bulk density ÷ partikel density) x 100%
Tabel 4.25 Tingkat
Porositas (%)
|
|||
Horizon
|
Bulk Density
|
Particel Density
|
Porositas
|
A
|
0.82
|
1.34
|
37.84
|
B
|
0.76
|
1.29
|
34.30
|
·
Rumus kandungan bahan organik:
= Massa tanah sebelum dibakar – massa tanah setelah di bakar
Tabel 4.26 Kandungan Bahan
Organik (Gram)
Sebelum Dibakar
|
Setelah Dibakar
|
||||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Massa Cawan
|
Massa Tanah
|
BO
|
% BO
|
A
|
47.89
|
3.52
|
44.84
|
3.05
|
6.37
|
B
|
99.55
|
3.9
|
90.23
|
9.32
|
9.36
|
Berdasarkan pengolahan data di atas, maka diperoleh bahwa
massa air untuk horizon A dan B lebih kecil daripada massa padat sehingga tanah
cenderung kering dan tidak lembab. Dikarenakan volume pori lebih besar dari
pada volume padat, maka itu berarti
tanahnya mudah pecah dan peluang air untuk mengisi pori menjadi besar akibatnya
tanah menjadi gembur. Hal seperti ini jika disertai dengan kemiringan lereng
yang curam dan tidak adanya vegetasi penutup, maka akan berdampak terjadinya
tanah yang rentan terhadap erosi. Untuk tanah di lokasi ini, vegetasi
tahunannya memang masih sedikit, jadi tidak jarang jika tanahnya mudah
tererosi.
Untuk kelembaban tanah horizon A dan B, masih dalam
kisaran < 50% sehingga hal ini membuktikan bahwa air yang mengisi pori tanah
di kedua horizon tersebut cenderung sedang. Ini dapat mengakibatkan tanah
menjadi agak gembur. Selain itu, jika hal ini disertai genangan air di
permukaan, secara tidak langsung dapat mempengaruhi warna tanah karena
terjadinya reduksi dan oksidasi. Bulk Density yang terdapat di horizon A dan B
adalah bernilai kurang dari 1, maka tanah cenderung tidak padat dan volume
porinya besar. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor agregat tanah. Serta
menyebabkan tanah mudah meloloskan air dan ditembus oleh akar tanaman. Particel
Density pada tanah di lokasi ini cenderung tidak padat, karena masih kurang
dari 2. Untuk tingkat porositas yang ada pada horizon A dan B porositasnya
normal karena masih dalam kisaran 30-60 %.
4.4
Deskripsi Plot Desa Blanakan, Blanakan
Plot pengamatan kami yang ketiga
terletak di kawasan sekitar Desa Ciasem, Pamanukan. Adapun plot ini terletak di
koordinat 06o 16’ 32” LS dan 107o 39’ 39” BT yang
merupakan kawasan yang memiliki penggunaan lahan sawah. Kawasan ini ditumbuhi
oleh vegetasi berupa padi di sawahnya dan tanaman rumput di sekitarannya. Kemiringan
lerengnya sekitar 0-3% dan ketinggiannya berkisar 9 m.dpl. Daerah ini memiliki
bentuk topografi landai karena merupakan daerah sawah dan merupakan salah satu
kawasan yang masih dekat dengan pesisir. Tingkat erosi di Plot ini rendah dan
memiliki batuan induk batuan sedimen.
Tabel
4.28 Profil Tanah di Plot 3
Blanakan, Blanakan
Parameter
|
Plot
Blanakan, Blanakan
|
|
Horizon
|
A
|
B
|
Ketebalan
|
0-7
|
7
|
Batas Horizon
|
Jelas
|
|
Karatan (Mottles)
|
Sedikit, ukuran kecil, membaur
|
Sedikit, ukuran sedang, membaur
|
Konkresi
|
Sedikit, ukuran kecil, Fe, kuat
|
Sedang, ukuran kecil, Fe, lemah
|
Tekstur
|
Liat (Clay)
|
Liat liat berdebu
|
Konsistensi
|
Basah: Sangat lekat &
sangat plastis
|
Basah: Lekat
|
Lembab:
sangat teguh
|
Lembab:
sangat teguh
|
|
Kering:
lemah
|
Kering:
sedikit kuat
|
|
Struktur
|
Struktur sedang, halus, masif
|
|
Bahan Organik
|
Banyak
|
Banyak
|
Aktivitas Fauna
|
Sedikit (1 – 2)
|
Sedang (1 – 14)
|
Lapisan Liat
|
Banyak (C3)
|
Banyak (C3)
|
Retakan
|
Sedikit (<2 %),
kecil (<0.5
cm)
|
Sedikit (<2 %),
kecil (<0.5
cm)
|
Pori
|
Sedikit dan kecil (<2 mm)
|
|
Perakaran
|
Sedang dan kecil (<2
mm)
|
|
Kandungan Batu
|
Sedikit, butiran merah bata
(3mm-10mm)
|
Laterite grit
(2mm-3mm)
|
Matrix Color
|
2,5YR 3/4
|
5YR 4/6
|
Ph Aktual
|
6
|
6
|
Ph Potensial
|
6
|
6
|
Kemudian
bentuk lereng disini landai karena memiliki penggunaan lahan sawah yang tidak
berterasering sama sekali.
4.4.1 Sifat Fisik
Berdasarkan perolehan data sebagaimana
di atas, maka diperoleh bahwa tanah di plot 3 Blanakan
ini memiliki ketajaman perubahan horizon ke horizon lainnya yang jelas, hal ini berarti bahwa tebal peralihan
antar horizon berkisar 2,5-6,5 cm. Namun batas horizonnya bergelombang. Adapun ketebalan horizon A 0-7 cm kemudian pada horizon B ketebalannya berawal dari 7cm sampai kedalaman yang sulit kami gali dikarenakan
tanahnya sangat lekat. Semua
dari horizon tanah yang ada di plot ini memiliki karatan (mottles), hal ini terbukti dari keberadaan karatan (mottles) yang ada di horizon A dengan jumlah karatan sedikit (few),
ukuran kecil
dengan perbandingan
yang membaur (faint). Pada horizon B, karatan juga dapat terlihat dengan
jumlah yang sedikit, ukuran sedang, dan perbandingannya membaur (faint). Dengan keberadaan karatan (mottles) pada horizon A dan B
tersebut, maka memunculkan konkresi (concretion) yakni akumulasi bahan-bahan
dalam tanah yang bersifat keras secara kimiawi pada
horizon A
dengan jumlah konkresi (concretion) sedikit, kekuatannya lemah (weak), dan ukurannya kecil yakni berdiameter 0,5 cm.
Konkresi
yang ditemukan pada horizon A berwarna merah, yang berarti merupakan hasil dari
akumulasi proses oksidasi Fe. Sedangkan pada horizon B ditemukan konkresi
sedikit, ukurannya kecil, dan kekuatannya sudah kuat, konkresi yang ditemukan
berwarna merah (Fe).
Setelah melewati
pengujian tekstur dengan menggunakan indikator kekasaran, kelicinan, dan kelengketan, maka diperoleh bahwa tanah di plot ini
memiliki
karakteristik tidak kasar hampir agak kasar, tidak licin, sangat lengket dan
plastis, benang tanah mudah dibentuk cincin, dan mengkilap.
Maka, kami
menyimpulkan bahwa tanah di plot ini memiliki tekstur liat (clay)
untuk horizon A.
Untuk horizon B merupakan lempung liat berdebu (silty clay loam) karena karakteristik yang didapat adalah cukup
lengket dan plastis, benang tanah sukar dibuat cincin, dan mengkilat. Daya
tahan tanah terhadap gaya luar atau konsistensi tanah di plot ini, yakni ketika
basah maka konsistensi tanah horizon A menjadi sangat lekat (very slighty) dan sangat plastis.
Sedangkan horizon B menjadi lekat ketika basah. Dalam keadaan lembab, horizon A
dan B menjadi sangat teguh karena bahan tanah dapat dirusak dengan tekanan yang
kuat. Sedangkan untuk keadaan kering, horizon A konsistensinya menjadi lemah
karena massa tanah terikat lemah dan gembur, dapat dihancurkan meski dengan
tekanan yang tidak terlalu kuat, sedangkan horizon B konsistensinya menjadi
sedikit kuat. Struktur dari tanah di plot ini untuk horizon A dan B mengalami perkembangan
struktur kuat ditandai dengan ped yang terbentuk secara alamiah dan teguh. Apabila
diusik, sebagian besar masih utuh dan jarang yang menjadi partikel murni,
bentuknya gumpal menyudut dengan ukuran sedang.
4.4.2 Sifat Biologi dan Kimia
Kandungan bahan organik dalam tanah horizon A dan B banyak.
Hal ini dilihat dari jumlah buih yang banyak ketika direaksikan dengan larutan
H2O2. Untuk aktivitas fauna sendiri, ditemukan bahwa pada
horizon A aktivitas faunanya sedang yaitu dengan ditemukannya lubang-lubang
cacing atau bekas serangga sedikit
dalam kisaran 1 – 2/ 7 cm2 tanah. Sedangkan pada horizon B aktivitas faunanya sedang
yakni dalam kisaran 1 – 14/ 7 cm2 tanah. Retakan (cracks) yang ditemukan pada horizon A dan horizon B
persentase retakan sedikit
(<2 %) dengan ukuran kecil (<0.5 cm). Perakaran (roots) yang terdapat pada horizon A
jumlahnya sedang,
akar berukuran kecil (<2
mm). Kandungan batu pada horizon A adalah berjumlah sedikit berupa butiran merah bata (3mm-10mm) dan pada
horizon B berupa Laterite grit dengan ukuran (2mm-3mm). Derajat
keasaman yang diperoleh untuk tanah di plot ini adalah untuk horizon A dan B pH
aktualnya adalah 6 dan pH potensialnya adalah 6. Warna tanah yang diduga
mewakili adalah 2,5YR 3/4 untuk horizon A, dan 5 YR 4/6 untuk
horizon B.
Tabel 4.29 massa padat (Gram)
|
||||||
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
|
||||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
||||
Massa Tanah dan Cawan
|
Massa Cawan
|
Massa Tanah
|
Massa Tanah dan Cawan
|
Massa Cawan
|
Massa Padat
|
|
A
|
127.54
|
3.27
|
124.27
|
95.17
|
3.27
|
91.9
|
B
|
33.24
|
3.7
|
29.54
|
26.54
|
3.7
|
22.84
|
Tabel
4.30 Menghitung massa air (Gram)
|
|||
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
|
|||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
Massa Air
|
Massa Tanah
|
Massa Padat
|
||
A
|
124.27
|
91.9
|
32.37
|
B
|
29.54
|
22.84
|
6.7
|
Tabel 4.31 Menghitung massa padat
(Gram)
|
|||||||
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
|
|||||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
|||||
Massa Tanah dan Ring
|
Massa Ring
|
Massa Tanah
|
Massa Tanah dan Ring
|
Massa Ring
|
Massa Padat
|
||
A
|
606.8
|
309.22
|
297.58
|
539.57
|
305.74
|
233.83
|
|
B
|
586.07
|
305.74
|
280.33
|
518.28
|
309.22
|
209.06
|
Tabel 4.32 Menghitung massa air
(Gram)
|
||||
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
|
||||
Horizon
|
Sebelum Oven
|
Sesudah Oven
|
Massa Air
|
|
Massa Tanah
|
Massa Padat
|
|||
A
|
297.58
|
233.83
|
63.75
|
|
B
|
280.33
|
209.22
|
71.11
|
|
Tabel 4.33 Volume Padat (cm3)
|
||||||||||||
Horizon
|
Volume Air Awal (Cm3)
|
Volume Air Akhir (Cm3)
|
Volume Padat (Cm3)
|
|||||||||
A
|
500
|
610
|
110
|
|||||||||
B
|
500
|
600
|
100
|
|||||||||
Tabel
4.34 Menghitung Volume Tanah (Gram)
|
||||||||||||
Horizon
|
Jari-jari Ring (Cm)
|
Tinggi Ring (Cm)
|
Volume Ring (Cm3)
|
|||||||||
A
|
2.9
|
6.8
|
178.57
|
|||||||||
B
|
2.9
|
6.7
|
176.93
|
|||||||||
Tabel 4.35 Persentase Kelembaban Tanah
(θ %)
|
||||||||||||
Horizon
|
Massa Air
|
Volume Tanah
|
θ %
|
|||||||||
A
|
63.75
|
178.57
|
35.5
|
|||||||||
B
|
71.11
|
176.93
|
40.19
|
|||||||||
Tabel 4.36 Menghitung Bulk Density
|
||||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Volume Tanah
|
Volume Pori
|
Bulk Density
|
A
|
297.58
|
179.57
|
69.57
|
1.19
|
B
|
280.33
|
176.93
|
76.93
|
1.10
|
Tabel 4.37 Menghitung Particel Density
|
|||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Volume Tanah
|
Particel Density
|
A
|
297.58
|
179.57
|
1.66
|
B
|
280.33
|
176.93
|
1.58
|
Tabel 4.38 Menghitung Tingkat Porositas
%
|
|||
Horizon
|
Bulk Density
|
Particel Density
|
Porositas
|
A
|
1.55
|
1.96
|
27.92
|
B
|
1.42
|
1.87
|
30.30
|
Tabel 4.39 Kandungan Bahan
Organik (Gram)
Sebelum Dibakar
|
Setelah Dibakar
|
||||
Horizon
|
Massa Tanah
|
Massa Cawan
|
Massa Tanah
|
BO
|
% BO
|
A
|
56.06
|
3.72
|
51.88
|
4.16
|
7.42
|
B
|
11.98
|
3.64
|
11.24
|
0.74
|
6.18
|
Berdasarkan
pengolahan data di atas, maka diperoleh bahwa Bulk Density yang terdapat
di horizon A dan B adalah bernilai lebih dari 1, maka tanah cenderung padat dan
volume porinya kecil. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor agregat tanah.
Sehingga tingkat kemampuan tanah dalam meloloskan air cenderung kecil. Particel
Density pada tanah ini cenderung tidak padat, karena masih kurang dari 2.
Tingkat porositas yang ada pada horizon A dan B porositasnya normal karena
masih dalam kisaran 30-60 %. Tanah di plot ini merupakan tanah sedimen.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan kelompok 8 di daerah ciater kami
menyimpulkan bahwa jenis tanah yang berada di daerah tersebut merupakan jenis
tanah Vulkanik. Kemudian di daerah TPA Caringin tanahnya merupakan jenis tanah
Vulkanik, dan di daerah Blanakan tanahnya merupakan jenis tanah Sedimen. Dalam
sifat fisik tanah yang kami teliti, kami menemukan tekstur dan struktur tanah
yang berbeda pada setiap plotnya. Selain itu pada tanah yang kami amati
terdapat aktifitas fauna yang ditemukan pada setiap plot aktivitas faunanya
banyak yaitu dengan ditemukannya lubang-lubang cacing atau bekas serangga dan di temukan
Perakaran (roots) dalam jumlahnya banyak, akar berukuran besar (>5
mm) dan adapula akar
dengan ukuran kecil
(<2 mm).
Karakteristik tanah pada ketiga plot tersebut memiliki ciri dan perbedaan
masing-masing.
5.2 Rekomendasi
Menyikapi
permasalahan yang kami temukan di lapangan
maupun di laboratorium, rekomendasi yang kami ajukan
adalah:
·
Sebaiknya masyarakat
dapat menjaga kelestarian tanah di daerah tersebut, agar tidak terjadi
kerusakan pada tanah dan dapat dikelola sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
·
Dalam teknis pengujian
di laboraturium sebaiknya alat dan bahan yang digunakan harus di tambah. Karena
dapat menghambat proses pengujian sample tanah.
·
Pengelolaan tanah di
daerah TPA Caringin membuat tanah di daerah tersebut menjadi tidak subur
sebaiknya TPA ditempatkan di lahan kosong yang sudah tidak berpotensi untuk
pemanfaatan pertanian.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutanto,
Rachman. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah
Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius
Rohmat, Dede.
(2010). Pedoman Praktis Pengamatan Tanah
di Lapangan
_______. (2010). Peta Kabupaten Subang. [Online].
Tersedia: http://www.subang.go.id. [10 Oktober
2011]
makasih
BalasHapusSaya bernama MORAIDA LUNA. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan karena putus asa, saya telah penipuan oleh beberapa lender online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Mrs Amanda yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari € 53.000 dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%. Jadi jika Anda membutuhkan pinjaman, menghubunginya via email nya: amandarichardson686@gmail.com atau amandarichardssonloanfirm@gmail.com
BalasHapusAnda juga dapat menghubungi saya di email saya moraidaluna@gmail.com.