Hepta Search

Minggu, 11 November 2012

Laporan Geografi Tanah

Yoga Hepta Gumilar,1002055
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
      Memiliki kekayaan alam yang melimpah merupakan keuntungan terbesar yang dimiliki Indonesia. Berhektar-hektar tanah serta tingkat kesuburan tanah yang dimiliki merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki negara ini. Tingkat kesuburan tanah yang ada di berbagai daerah di Indonesia serta dukungan dan iklim  Indonesia yang tergolong dalam kategori iklim tropis, membuat tanah di sekitaran Bagian Barat Indonesia sangat cocok untuk bidang pertanian. Tanah di Indonesia berada di kawasan yang umurnya masih muda. Hal ini disebabkan karena negara Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang mampu memunculkan lapisan tanah muda maupun batuan induk tanah. Dengan tanah yang subur maka tanaman akan tumbuh dengan sehat, berproduksi tinggi dan hidup lebih lama dengan produktivitas maksimal. Tanah merupakan satu rantai di antara sistem tubuh alam yang keberadaannya tidak dengan sendirinya, proses pembentukan dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh faktor alam yang lain, seperti batuan induk, iklim, topografi atau relief, vegetasi atau organisme, manusia, dan waktu.
Seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia semakin berubah, hal ini didominasi oleh pemanfaatan yang tidak sesuai aturan yang berwawasan lingkungan sehingga kurang memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Untuk itu, penting bagi kita sebagai bagian dari masyarakat negeri ini untuk mengenal keadaan tanah yang ada di sekeliling kita. Tentunya agar pemanfaatan tanah yang sangat penting itu dapat disesuaikan dengan potensi dan kemampuan tanah yang dimilikinya.
1.2  Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah yang mendasari pengamatan lapangan kami antara lain sebagai berikut.
§  Bagaimana keadaan profil dan kondisi tanah di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan?
§  Bagaimana sifat fisik tanah di plot Ciater, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Caringin dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan?
§  Bagaimana sifat biologi tanah di plot Ciater, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Caringin dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan?
§  Bagaimana sifat kimia tanah di plot Ciater, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Caringin dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan?
1.3  Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari pengamatan lapangan kami adalah sebagai berikut.
§  Untuk mengetahui keadaan profil dan kondisi tanah di TPA Caringin dan Blanakan;
§  Untuk mengetahui sifat-sifat biologi tanah di TPA Caringin;
§  Untuk mengetahui sifat-sifat fisika tanah di TPA Caringin;
§  Untuk mengetahui sifat-sifat kimia tanah di TPA Caringin.
1.4  Manfaat Praktikum
            Manfaat dari pengamatan lapangan yang diharapkan adalah:
§  Dapat mengetahui profil dan kondisi tanah yang terjadi di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan;
§  Dapat mengetahui bentuk lereng yang terdapat di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan;
§  Dapat mengetahui sifat fisik tanah yang terdapat di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan;
§  Dapat mengetahui sifat kimia tanah yang terdapat di plot Ciater, TPA Caringin dan Blanakan;
§  Dapat mengetahui sifat biologi tanah yang terdapat di plot Ciater TPA Caringin dan Blanakan.




BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Ilmu Tanah
·   Ruang Lingkup Ilmu Tanah
Ilmu tanah atau pedologi adalah cabang ilmu yang memadukan gatra ilmu dasar (kimia, fisika dan matematika), biologi (botani, zoologi, mikrobiologi), ilmu kebumian (klimatologi, geologi, geografi), dan terapan (produksi pertanian, kehutanan dan rekayasa tanah).
-                      Pedologi terdiri atas pemerian tanah (inventarisasi sifat dan perilkau tanah) ; genesis tanah berdasarkan pedogenesis, sebaran dan fungsi ); dan ekologi tanah (tanah sebagai lingkungan pertumbuhan tanaman, ternak dan manusia).
-                      Edofologi (ilmu tanah terapan) berhubungan dengan pemanfaatan tanah untuk pertanian, silvikultural, dan holtikultural; pemahaman kesuburan tanah untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang lebih baik serta memperbaiki dan mempertahankan kesuburan.
·   Subjek Ilmu Tanah
Tidak seperti mineral, tanaman dan hewan tanah tidak mempunyai batas yang jelas dan tidak dapat didefinisikan dengan tegas. Tanah kemungkinan dideskripsikan sebagai fenomena batas permukaan bumi dan termasuk dalam pedosfer. Litosfer, atmosfer, hidrosfer dan biosfer tumpang tindih dan berinteraksi satu dengan yang lain.
Tanah merupakan hasil tranformasi zat-zat mineral dan organik di permukaan bumi. Tanah terbentuk di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja dalam masa yang sangat panjang. Tanah mempunyai organisasi dan morfologi. Tanah merupakan media bagi tumbuhan tingkat tinggi dan pangkalan hidup bagi hewan dan manusia. Tanah merupakan sistem ruang-waktu, bermata empat.
Komponen tanah (mineral, organik, air dan udara) tersusun antara yang satu dan yang lain membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan atas horizon-horizon yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah sebagai hasil proses pedogenesis. Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan refleksi kondisi lingkungan yang berbeda.
2.2  Komponen Tanah
      Tanah terbentuk dari pencampuran komponen penyusun tanah yang bersifat heterogen. Ada empat kompenen utama penyusun tanah mineral yang tidak dapat dipisahkan dengan pengamatan mata telanjang. Komponen tanah tersebut dipilahkan menjadi tiga fase penyusun, yakni :
-          Fase padat:  bahan mineral dan bahan organik ;
-          Fase cair  : lengas tanah dan air tanah ; serta
-          Fase gas   : udara tanah
      Komposisi tanah berdasarkan volume tanah, masing-masing komponen hanya perkirakan (% volume). Mineral adalah semua jenis bahan padat hasil pelapukan batuan induk, termasuk mineral primer, mineral sekunder, dan bahan amorf yang mempunyai bermacam-macam dan komposisi.
      Komponen organik terdiri atas fauna dan flora tanah, perakaran tanaman, serta hasil dekomposisi/penguraian sisa vegetasi atau hewan sebagai hasil kegiatan mikroorganisme sehingga selalu terjadi alihrupa komponen tanah.
·         Komponen Mineral
      Bahan mineral mendominasi tubuh tanah mineral sebagai hasil pelapukan batuan, media tempat tumbuh perakaran tanaman, dan penyedia unsur hara. Mineral sebagai hasil unsur hara. Mineral sebagai salah satu komponen penyusun tanah perlu dipelajari karena beberapa hal, yakni : (1) memahami asal-usul tanah; (2) mengalami evaluasi tingkat pelapukan  dan potensi kesuburan tanah; (3) mempelajari homogenitas bahan padat tanah; (4) mempelajari sifat fisik dan mekanika tanah; (5) sebagai kriteria pembeda kategori famili dalam klasifikasi tanah.
Mineral tanah berasal dari pelapukan bahan induk tanah (berupa batuan baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi setelah mengalami proses pelapukan). Berdasarkan sifatnya, mineral (proses kejadiannya) dapat dipisahkan atas: (1) mineral primer; (2) mineral sekunder (hasil pembentukan baru).
Tabel 2.1 Jenis mineral primer yang sering dijumpai di dalam tanah
Mineral
Komposisi Kimia
Kecepatan Pelapukan
Sumber Hara
Olivin
(Mg,Fe2)2SiO4
Sangat tinggi
Mg.Fe
Mineral
Komposisi Kimia
Kecepatan Pelapukan
Sumber Hara
Olivin
(Mg,Fe2)2SiO4
Sangat tinggi
Mg.Fe
Biotit
K(Mg,Fe2)3(AISi3)O10(OH)2
Sangat tinggi
K,MG,Fe
Leucit
K(AISi2O6)
Sangat tinggi
K, Mg, Fe
Sulfit
K (AISi2O6)
Sangat tinggi
K
Kuarsa
SiO2
Sangat lambat
Si
Magnetit
Fe3O4
Sangat lambat
Fe
Klorida

Sedang-tinggi
K
Batuan dan mineral yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan organisme yang tumbuh. Batuan terurai melalui proses pelapukan. Hasil pelapukan dan residunya membentuk mineral sekunder. Proses pelapukan di bagi menjadi dua, pelapukan kimia dan pelapukan fisik.
Pelapukan fisik batuan atau mineral menjadi partikel yang lebih halus menyebabkan terjadinya kenaikan permukaaan spesifik tanpa menyebabkan komposisi kimia, tetapi sangat diperlukan sebelum terjadi pelapukan kimia, pelapukan fisik disebabkan oleh fluktuasi suhu, air membeku, dan kegiatan perakaran.
Pelapukan kimia batuan atau mineral melaui reaksi kimia menghasilkan material yang memiliki komposisi berbeda dengan bahan aslinya (proses disolusi, hidrolis, asidolisis dan oksidasi), yang menjadi penyebab dalam proses pelapukan kimia adalah H2O, CO2, O2 dan Ion H+.
Tanah mengandung bermacam-macam mineral primer dan sekunder. Komposisi mineral sangat tergantung pada batuan induk dan tingkat pelapukan. Tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut mengandung sedikit mineral yang sudah lapuk dan lebih banyak mineral yang tahan terhadap pelapukan. Mineral primer yang tahan terhadap pelapukan adalah mineral kuarsa, sedangkan mineral sekunder yang stabil adalah kaolinit. Walaupun demikian, terdapat korelasi antara tekstur dan kandungan mineral karena ada saling tindak antara komposisi mineral dan ukuran partikel.
·   Komponen Organik
Kerangka penyusun tanah bukan hanya terdiri atas mineral saja (tubuh tanah mineral). Bahan organik juga mempunyai kontribusi (tubuh tanah organik). Kontribusi bahan organik terhadap tanah sebagai tubuh alam adalah sumber N tanah dan unsur hara lainnya, terutama S dan P, berperan dalam pembentukan struktur tanah; mempengaruhi keadaan air, udara dan temperatur tanah serta mempengaruhi tingkat kesuburan tanah.
Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati yang sebagian terdekomposisi dan mengalami modifikasi, serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan. Berdasarkan definisi konvensional bahan organik, bahan tanaman yang kasar (diameter >2cm) atau vertebrata tidak termasuk di dalamnya.
Organisme tanah terdiri dari flora tanah yang meliputi bakteri, actinomises, fungi, algae, dan lichenes. Bakteri adalah organisme unseluler (berukuran 1-10µ, actinomices, fungi yang bersifat aerob, heterotrofik, dan saprofitik, algae bersifat fotosintetik dan Lichenes yang merupakan algae yang bersiombosis dengan fungi). Fauna tanah, berdasarkan ukurannya dibedakan atas mikrofauna (<100µm) contohnya nematode dan protozoa, mesofauna (< 100µm-1cm ) contonhnya antropoda dan makrofauna (>1cm) contohnya cacing tanah.
Sumber bahan organik tanah hasil fotosintesis merupakan sumber utama bahan organik tanah, yaitu bagian atas tanaman  seperti daun, duri, serta sisa tanaman lainnya termasuk rerumputan, gulma, dan limbah, pasca panen (jerami, daun kentang). Penambahan bahan organik tanah dilakukan melalui kegiatan pertanian (pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, dan gambut).
Bahan organik yang ditambahkan tergantung pada sifat bahan, pertanaman, aras produksi dan situasinya. Senyawa organik menyusun < 50% berat segar tanaman dan sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu. Senyawa organik dibedakan atas karbohidrat, lignin, senyawa netrogenesus, lemak, lilin, resin, kulit dan bahan pewarna dalam jumlah yang kecil.
·         Proses alihrupa bahan organik
Bahan tanaman dan hewan mengalami proses peruraian/dekomposisi oleh mikroorganisme dan diurai menjadi molekul dan ion atau mengalami proses alihrupa menjadi humus oleh proses humifikasi.
·         Dekomposisi
Ada tiga peruraian dalam proses ini yang saling tumpang tindih yaitu proses biokimia, peruraian secara mekanis dan peruraian oleh mikroorganisme.
·         Humifikasi
Adalah proses yang menghasilkan senyawa humin. Pada kondisi optimal, bahan yang mudah terdekomposisi akan mengalami proses mineralisasi, sedangkan bahan yang tahan dekomposisi akan terakumulasi pada kondisi suboptimal (air kurang/berlebihan, aerasi buruk, temperatur rendah dan reaksi asam). Ada dua hal penting dalam proses humifikasi yaitu : (1) pembentukan senyawa humin melaui proses alihrupa senyawa organik yang telah mempunyai struktur (lignin, protein dan lain-lain), (2) neoformasi senyawa humin dari residu karbohidrat linier dan protein melalui pembentukan cincin dan polimerasi.
·         Senyawa humin
Merupakan koloid organik berwarna gelap (ukuran partikel < 2µm) yang mempunyai permukaan spesifik tinggi, mampu mengangkat dan melepaskan molekul air dan ion.
Koloid merupakan partikel semakin kecil luas permukaan akan semakin besar. Efeknya adalah proses-proses yang penting dalam tanah terjadi misal penyerapan hara, penyerapan air. Koloid di dominasi oleh mineral phyllosilicates, koloid organik, hydrous oxides dari Fe, Al dan Mn.
·         Organik Koloid
            Humus terdiri dari 2 senyawa utama yaitu substansi non humus (misal lipid, asam amino, karbohidrat) dan subtansi humus (merupakan senyawa amorf dengan berat molekul tinggi, warna coklat sampai hitam, hasil pembentukan kedua dari dekomposisi).
·         Kandungan Bahan Organik Tanah
Kandungan bahan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-Organik, kandungan karbon (C) bahan organik  bervariasi antara 45%-60% (rerata 50%) dan konversi C-organik  menjadi bahan organik = % C-organik x 1,724. Kandungan C termasuk perakaran dan edafon yang masih hidup sehingga tidak rancu dengan kandungan humus. Kandungan  bahan organik dipengaruhi oleh aras akumulasi bahan asli dan aras dekomposisi  dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbulan, praktik pertanian).
Tanah yang masih asli mempunyai keseimbangan dan karakteristik kandungan bahan organik. Keseimbangan tersebut akan berubah apabila tanah tersebut mulai dimanfaatkan untuk pertanian, apalagi hasil panen termasuk limbahnya diangkut dari lahan dan tidak dilakukan pendauran ulang.
Tabel 2.2 Kriteria Kandungan Bahan Organik
Jika tidak berbuih
Kadar bahan organik sedikit atau tidak ada
Jika berbuih banyak
Kadar bahan organik banyak
Jika berbuih sedang
Kadar bahan organik sedang
Jika berbuih sedikit
Kadar bahan organik sedikit

·         Udara Tanah
Udara tanah seperti halnya air tanah mempunyai peranan penting ditinjau dari aspek ekologi (respirasi perakaran tanaman dan mikroorganisme) dan pedogenesis (proses oksidasi dan reduksi).
Kandungan air dan udara dalam pori tanah saling tergantung. Apabila tanah dijenuhi maka udara akan nol kecuali udara yang larut dalam larutan tanah; pada kondisi tanah kering seluruh pori terisi udara.
Kandungan udara pada kapasitas lapangan disebut kapasitas udara, dan ini sesuai dengan bagian pori tanah yang tidak terisi air (pori>10µm). Kapasitas udara bervariasi tergantung pada volume pori dan kandungan air pada kapasitas lapangan dengan nilai rerata kurang lebih 40% untuk pasir, 20% untuk debu, dan 10% untuk lempung.
Komposisi udara tanah berbeda dengan komposisi udara atmosfer karena respirasi perakaran dan organisme tanah (memerlukan O2 dan melepaskan CO2 )  Kandungan CO2 di tanah kurang lebih 10 kali lebih besar dari pada CO2 di atmosfer.
Tabel 2.3 Komposisi udara dan tanah (tidak termasuk H2O; %volume)

O2
CO2
N
atmosfer
20,95
0,03
79,0
tanah
<20,6
>0,2
=79,0

2.3  Tubuh Tanah
Komposisi tanah – bahan mineral, bahan organik, air, dan udara tidak tercampur begitu saja, tetapi tersusun sebagai suatu tubuh yang terorganisasi (pedon) dengan struktur dan sifat fisika kimia sebagai hasil pencerminan sifat dari masing-masing partikel yang tersusun sebagai sistem tanah (pedosistem). Sifat tanah yang berbeda merupakan hasil proses yang terjadi di dalam suatu lingkungan dan sistem pengelolaan yang dilaksanakan.
·         Struktur tanah
Struktur tanah adalah penyusunan antarpartikel tanah primer (bahan mineral) dan bahan organik serta oksid, membentuk agregat sekunder. Gatra agregat tanah meliputi bahan padatan dari pori tanah.
Volume pori tanah adalah nisbah ruang pori terhadap volume bahan padat yang berperan penting terhadap : (a) gerakan air/lengas tanah; (b) gerakan udara/udara tanah; (c) temperatur; (d) hara tanaman; (e) ruang perakaran dan (f) pengolahan tanah.
Volume pori tanah                 nisbah ruang pori                        porositas total
Porositas total =        volume pori
                                    Volume total tanah
                             = (1-berat volume) x 100%
                                Berat Jenis
Faktor yang mempengaruhi porositas total dan distribusi ukuran pori adalah sebagai berikut :.
            Berat jenis (g.cm-3)      : pasir>debu>lempung
            Total porositas tanah   : lempung>debu>pasir
            Pori-pori besar             : pasir>debu>lempung
            Pori-pori sedang          : debu>lempung>pasir
            Pori-pori kecil :lempung>debu>pasir
Tanah yang ideal mempunyai porositas  50% (padat : pori=1 : 1 ); pori besar kapasitas udara ; pori sedang +pori kecil (kapasitas air)=2 : 3.
-          Distribusi ukuran partikel. Jika partikel besar (pasir) lebih banyak total pori sedikit, tetapi banyak memiliki pori yang berukuran besar. Sebaliknya jika partikel halus lebih banyak pori yang berukuran kecil.
-          Kandungan bahan organik. Bahan organik merupakan  bahan yang jarang (porous) dan selalu meningkatkan total porositas; bahan yang sebagian besar terdekomposisi mempunyai total porositas tinggi.
Keragaman gatra struktur merupakan kecendrungan yang dapat teramati dan terukur
·         Unit Struktur Tanah
      Pembentukan struktur tanah sangat tergantung pada bahan primer (mineral dan organik) yang mengalami sedimentasi oleh CaCO3 serta Fe dan Alhidroksida sehingga terbentuk unit struktur yang disebut agregat. Satuan struktur tanah kemungkinan dapat dibedakan atas fed dan fragmen.
Ped adalah agregat permanen yang bersifat alami yang dipisahkan oleh pori atau bidang yang lemah. Fragmen adalah agregat permanen atau buatan (artificial) yang terbentuk karena kegiatan pengolahan tanah atau pembekuan (frost) sehingga tanah terpecah-pecah menjadi fragmen (bongkah) sepanjang bidang yang lemah.
Berdasarkan hal tersebut di atas struktur tanah diklasifikasikan menurut tipe, kelas/ukuran, dan derajat struktur.
Tipe/bentuk struktur dibedakan atas lempeng, prismatik, kolumnar, gumpal menyudut, gumpal membulat, granuler, dan remah. Ukuran dibedakan atas halus, sedang, kasar, dan sangat kasar. Derajad diberikan berdasarkan tingkat pembentukan ped agregasi terhadap pengeringan atau pembasahan.
Derajad ped dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut :
-          Lemah : ped tidak terbentuk nyata dan sulit dibedakan pada kondisi alamiah. Apabila tanah diusik/rusak maka beberapa ped tetap utuh tetapi sebgaian hancur dan berupa partikel primer.
-          Sedang : ped terbentuk, tetapi mudah rusak.
-          Kuat : ped terbentuk secara alamiah dan bersifat teguh. Apabila dilakukan usikan, sebagian besar masih utuh, dan jarang sekali yang berupa partikel murni.
·         Sifat fisik tanah yang lain
Sifat fisik tanah yang lain cukup penting untuk memahami ciri dan perilaku tanah adalah kerapatan partikel, kerapatan lindak, konsistensi, temperatur dan warna tanah.
-          Tekstur Tanah
Tekstur tanah perbandingan fraksi primer tanah dalam satu maas tanah : sand (pasir), silt (debu) dan clay (liat).
-          Ukuran fraksi
Pembagian ukuran fraksi-fraksi tanah menurut tiga sistem klasifikasi tekstur.
-          Konsistensi
Konsistensi telah ditakrifkan sebagai bentuk kerja kakas (force) fisika adhesi dan kohesi partikel-partikel tanah pada berbagai tingkat kelengasan (Baver et al.1972) bentuk kerja tersebut antara lain : a) ketahanan tanah terhadap gaya tekanan, gaya gravitasi dan tarikan; b) kecenderungan massa tanah untuk melekat satu dengan yang lain atau terhadap benda lain.
      Dua faktor utama yang memepengaruhi konsistensi tanah, yakni a)kondisi kelengasan tanah (kering, lembab, basah) dan b) tekstur tanah (terutamaa kandungan lempung). Konsistensi tanah penting untuk menentukan pengolahan tanah yang baik, juga penting bagi penetrasi akar tanaman di lapisan bawah dan kemampuan tanah menyimpan lengas.
·         Warna  tanah
Warna atanah merupakan salah satu ciri tanah yang jelas dan paling menonjol sehingga mudah terlihat dan lebih sering digunakan dalam mendeskripsikan tanah daripada ciri tanah lain, khususnya orang awam. Warna tanah tidak secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, tetapi tak langsung melalui daya pengaruhnya atas suhu dan lengas tanah. Warna tanah merupakan karakteristik penting karena :
-          Berhubungan dengan kandungan bahan organik : warna hitam, hitam kecoklatan.
-          Kondisi pengatusan tanah buruk : kelabu, kehiajuan dan kekuningan.
-          Tanah berkembang lanjut : merah.
-          Kandungan oksida besi dan mangan tinggi : merah, cokelat, hitam kecokelatan.
-          Kandungan mineral tertentu : limonit berwarna kuning.
-          Kesuburan tertentu : bahan organik tinggi.
Penetapan warna tanah secara kuantitatif di lapangan menggunakan buku warna tanah standar soil munsell color chart. Buku standar warna tersusun sebagai berikut :
§  Hue           : menunjukan spectrum warna dominan, membedakan warna merah dan kuning
§  Value         : kecerahan warna, warna putih sebagai pembanding. Hal ini mengacu pada penurunan tingkat kecerahan warna dari putih ke hitam
§  Chroma : kekuatan warna / intensitas
      Munsell colour chart terdiri atas 9 kartu :
-          Hue antara kuning (Y) dan merah (R) : netral, 5Y, 2,5Y, 10 YR,7,5 YR, 5 YR, 2,5 YR, 10 YR, dan 5 R : warna debedakan atas spektrum dominan paling kuning (5Y) sampai spektrun dominan warna merah (5R). di samping itu sering ditambahakan pula hue warna-warna glesiasi, yaitu 5G, 5GY, 5BG, dan netral (N).
-          Nilai value : antara 0-8, makin tinggi value menunjukan warna makin terang (makin banyak yang dipantulkan).
-          Nilai chroma : antara 0-8, makin tinggi chroma menunjukan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum meningkat.
-          Warna tanah ditulis berurutan Hue-Value-Chroma. Contoh 10YR ¾
·         Reaksi Tanah
            Reaksi tanah diukur dan ditulis dengan PH. Pada umumnya dibedakan atas asam, netral dan basa.
-          Tipe keasaman
Tipe keasaman aktif disebabkan oleh adanya ion H+ dalam larutan tanah. Keasaman ini diukur dengan menggunakan suspense tanah-air dengan nisbah 1:1;1:2,5; dan 1:5. Keasaman ini ditulis dengan PH (H2O) .
Tipe keasaman potensial atau keasaman tertukarkan dihasilkan oleh H+  dan Al3+  yang di adsorbs oleh koloid tanah. PH potensial diukur dengan menggunakan larutan tanah-elektrolit, pada umumnya KCl.
·         Penyebab Keasaman Tanah
Keasamana tanah disebabkan oleh ion H+ yangdihasilkan pada saat tejadi pelindian kation-kation dalam tanah. Keadaan PH tanah mineral dipengaruhi oleh kandungan kation dalam batuan induk.  Kation-kation dilepaskan pada saat terjadi pelapukan dan KTK dari koloid tanah dijenuhi oleh kation sampai monsentrasi tertentu. Faktor lain seperti iklim, perkembangan tanah, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap PH tanah.
2.4  Tekstur Tanah
     Tekstur tanah adalah keadaan permukaan yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi tiap-tiap butir yang ada di dalam tanah. Seorang petani yang mencangkul di sawah atau di ladang dan sawahnya dan akan mengatakan bahwa tanahnya kasar, berpasir, tanah liat dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan gejala yang menunjukkan bawah tanah tersebut sebenarnya memiliki tekstur tertentu sesuai dengan material yang dikandungnya. Besarnya partikel tanah relatif sangat kecil, yang diistilahkan dengan tekstur.
     Tekstur menunjukkan sifat halus atau kasarnya butiran-butiran tanah. Teristimewa tekstur merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir (sand), debu/lanau (silit) dan fraksi liat (clay) yang terdapat dalam tanah. Dalam pengukuran tekstur tanah bahwa partikel dalam bentuk krikil (gravel) dan partikel yang lebih besar tidak diperhitungkan, karena materi ini tidak mengambil peranan penting dalam pembentukan tanah. Penggolongan atau kelas tekstur tanah dari beberapa sumber, yaitu:
a.    Berdasarkan Lembaga Penelitian Tanah Bogor, Departemen Pertanian, Derektorat Pertanian tahun 1969.
b.    Berdasarkan klasifikasi U.S.D.A (United State Department of Agriculture) yang digunakan diseluruh dunia.
2.5  Pembentukan dan Perkembangan Tanah
      Faktor utama yang berperan dalam proses pembentukan tanah adalah batuan induk, iklim, tumbuhan, waktu.
·         Batuan Induk
      Batuan merupakan bahan dasar mineral tanah. Tanah yang belum berkembang memiliki karakteristik yang cukup antar sifat batuan induk dan sifat tanah (tanah latosol). Sifat bahan induk tanah juga berpengaruh terhadap aras perkembangan tanah dan kecepatan faktor lain dalam mempengaruhi proses pembentukan tanah. Karakteristik batuan dapat dipindahkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan komposisi mineral dan kimiawi, sifat fisik batuan (struktur dan tekstur batuan) dan relief permukaan batuan.
·         Iklim
Iklim secara langsung mempengaruhi tanah dan hubungannya dengan lengas tanah serta secara tidak langsung melalui tumbuhan.
-          Suhu radiasi matahari merupakan energi yang berpengaruh terhadap suhu batuan dan tanah, sekaligus terhadap aras pelapukan dan dekomposisi, semua proses biologi, kimiawi, dan fisik sangat dipengaruhi oleh suhu.
-          Air, Sumber utama yang diperlukan bumi adalah presipitasi. Air berpengaruh terhadap perkembangan profil melalui proses perkolasi, kenaikan kapiler, permukaan dan genangan. Semua proses ini berpengaruh terhadap proses alihtempat.
-          Keseluruhan pengaruh iklim
-          Besarnya pengaruhiklim terhadap pembentukan dan perkembangan profil tergantung pada besarnya air yang mampu melewati tanah atau tejadinya evaporasi yang besar yang menyebabkan air tanah naik dari lapisan mika air tanah.
·         Tumbuhan atau bahan organik
Tumbuhan bukan faktor independen  seperti batuan induk atau iklim, tetapi merupakan hasil interaksi antar batuan, iklim dan tanah. Walaupun tumbuhan tergantung pada kondisi iklim, tetapi terdapat pengaruh spesifik terhadap perkembangan tanah, yakni sebgaai berikut :
-          Tumbuhan menyediakan bahan organik sebagai bahan induk tanah
-          Adanya tumbuhan akan menghindarkan perubahan suhu dan kelembaban tanah secara drastis
-          Tanaman penutup tanah mempertahankan tanah dari kerusakan akibat erosi dan pelindian unsur hara
-          Tumbuhan juga berpengaruh terhadap kehidupan fauna tanah dan proses pembentukan tanah
·         Waktu
Dalam proses pembentukan tanah, faktor bahan dan energi bahan induk, iklim, tumbuhan dan waktu. Tahapan evolusi yang dicapai tanah tidak harus tergantung pada waktu selama bermacam-macam faktor berinteraksi. Karena intensitas faktor dan interaksinya bervariasi menurut waktu.
·         Profil tanah
      Interaksi faktor dan proses pedogenesis akan menghasilkan sifat-sifat tanah yang dicerminkan dalam bentuk horizon dan saling tindak antar horizon di dalam profil yang nampak setelah dilakukan penggaliaan secara vertikal.
-          Sifat tanah
Istilah sifat tanah digunakan untuk menjembatani beberapa konsep yang mempunyai persamaan arti, misalnya karakter, karakteristik, kenampakan dan laksana.
§  Litogenik : sifat asli bahan induk yang dimodifikasi melalui pelapukan dan neoformasi mineral. Contoh komposisi mineral, distribusi ukuran partikel.
§  Klimatgenik : pengaruh iklim (terutama proses pengangkatan bahan tanah). Contonhnya : pengayaan atau pemiskinan horizon
§  Fitogenik : sifat komponen organik tanah yang berasal dari komposisi bahan organik sebagai bahan induk tanah hasil proses dekomposisi dan humifikasi. Contoh : kandungan humus
§  Hidrogenik : sifat tanah yang terbentuk akibat proses redoks dan difusi di dalam tanah yang mempunyai pengutusan terhambat atau dipengaruhi oleh tinggi air. Contoh warna glesiasi dan terbentuknya bercak tanah
§  Antropogenik : kenampakan yang terbentuk akibat aktivitas manusia. Contohnya kandungan hara tinggi akibat pemupukan.
2.5  Profil Tanah
Simbol-simbol yang digunakan sebagai notasi horizon, terdapat perbedaan antara supplement to the soil survey manual (soil survey staff,1962) dan soil survey manual (soil survey staff, 1981) berikut ini notasi horizon terbaru.
§  Lapisan O, yakni lapisan tanah yang di dominasi oleh bahan organik.
§  Horizon A, yakni horizon mineral yang terbentuk dipermukaan atau di bawah horizon O yang menunjukan kehilangan keseluruhan atau sebagian struktur asli batuan. Pada horizon A mungkin terjadi humifikasi bahan organik yang tercampur dengan bahan mineral dan tidak dipengaruhi sama sekali oleh karakteristik horizon E atau B.
§  Horizon B, yakni horizon yang terbentuk di bawah horizon A dan O dan di dominasi oleh kehilangan sebagian atau keseluruhan struktur asli batuan dan menunjukan satu atau lebih karakteristik berikut ini :
-          Iluviasi lempung silikat, besi, alumunium, humus, karbonat, gypsum atau silica masing-masing secara murni atau kombinasi
-          Tampak nyata kehilanagn karbonat
-          Konsistensi residu silika
-          Seskuioksida yang menghasilkan horizon mempunyai warna value rendah, warna chroma tinggi, atau memiliki hue lebih merah daripada horizon di bawah atau di atasnya tanpa menunjukan adanya iluviasi besi.
-          Alterasi yang membentuk lempung silikat atau melepaskan oksida  atau keduanya dan terbentuk struktur granuler, gumpal atau prismatik apabila perubahan volume diikuti perubahan kandungan lengas.
-          Bersifat rapuh
§  Horizon C, yakni horizon yang tidak termasuk batuan induk yang keras, sedikit dipengaruhi oleh faktor pedogenesis dan sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dari horizon O, A, B, atau E. bahan yang dijumpai di horizon C mungkin sama  atau tidak sama sekali dengan bahan solum yang terbentuk. Horizon C kemungkinan telah mengalami proses modifikasi meskipun tidak nyata telah terjadi proses pedogenesis.
§  Lapisan R, yakni batuan induk yang termasuk granit, basal, quarsatik, dan batuan kapur keras atau batu pasir yang keras sehingga tidak mungkin digali dengan menggunakan sekop atau cangkul.
§  Horizon E, yakni horizon tanah mineral dengan karakteristik khusus telah terjadi kehilangan lempung silikat, besi, alumunium, atau kombinasinya. Dan yang tertinggal tinggal akumulasi debu dan pasir.
2.6  Jenis Tanah
Untuk mengetahui hubungan antar jenis tanah, diperlukan pengetahuan yang mampu mengelompokan tanah secara sistematik sehingga dikenal banyak sekali sistem klasifikasi tanah yang berkembang.Klasifikasi tanah merupakan pengelompokan suatu objek atau individu ke dalam kelas yang relatif sama atas dasar kesamaan relatif sifat-sifat tanah.
Klasifikasi alami tanah atau taksonomi didasarkan atas sifat tanah yang dimiliki tanpa menghubungkan sama sekali dengan penggunaannya. Klasifikasi ini memberikan gambaran terhadap sifat fisik, kimia,dan mineralogi tanah yang dimiliki masing-masing kelas dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan tanah. Memungkinkan pengalihan pengetahuan tentang suatu tanah kepada tanah lainnya dalam kelompok yang sama.
Klasifikasi teknis yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu. Klasifikasi teknis  yang dihubungkan dengan penggunaan tanah tertentu, misalnya klasifikasi : Kemampuan Lahan (land capability), Kesesuaian lahan (land suitability), Klasifikasi ini dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda, baik untuk pertanian maupun yang nonpertanian.
2.7 Sistem Klasifikasi Tanah
      Sistem ini dibuat  dalam rangka pembuatan peta tanah dunia skala 1 : 5.000.000 oleh FAO/UNESCO. Untuk ini telah dikembangkan suatu sistem klasifikasi dengan dua kategori. Kategori yang pertama kurang lebih setara dengan kategori great group, sedangkan kategori kedua mirip dengan sub group dalam sistem taksonomi USDA. Kategori yang lebih tinggi dan lebih rendah dari kedua kategori tersebut tidak dikembangkan.
Untuk pengklasifikasian, digunakan horizon-horizon penciri sebagian diambil dari kriteria-kriteria horizon penciri pada taksonomi tanah USDA dan sebagaian dari sistem klasifikasi tanah ini. Nama-nama tanah diambil dari nama-nama klasik terutama tanah Rusia yang sudah terkenal, serta nama-nama tanah yang digunakan di Eropa Barat, Kanada, AS, dan beberpa nama baru yang khusus dikembangkan untuk tujuan ini (misalnya luvisol dan Akrisol).
Dari uraian diatas nampak bahwa sistem ini merupakan kompromi dari berbagai sistem, tujuannya agar diterima semua pihak. Walaupun demikian sistem ini lebih dapat disebut sebagai suatu sistem satuan tanah daripada suatu sistem klasifikasi tanah karena disertai dengan pembagian kategori yang lebih terperinci.
Sifat-sifat tanah dalam tingkat great group menrurt FAO/UNESCO. Beberapa sifat tanah dalam tingkat great group adalah sebagai berikut
Fluvisol : tanah-tanah berasala dari endapan baru, hanya mempunyai horizon organik, umbrik, histik, atau sulfurik, bahan organik menurun dengan tingkat tidak teratur, berlapis-lapis.
Dalam tingkat subgroup nama tanah terdiri dari dua patah kata seperti halnya sistem taksonomi tanah, dimana kata kedua menunjukan nama great group, sedang kata pertama menunjukan sifat utama dari subgroup tersebut. Di bawah ini adalah beberapa contoh:
Great group     : fluvisol
Subgroup         : clacerio Fluvisol
                         Fluvisol yang berkapur (Calceric)
Great Group    : Gleysol
Subgroup         : Mollic Gleysol
                          Gleysol yang mempunyai epipedon molik
Great Group    : Cambisol
Subgroup         : Humic Cambisol
                         Cambisol yang banyak mengandung humus
Kumpulan       : Horizon ABC
Jenis tanah       : Latosol
Macam tanah   : Latosol Humik
Rupa                : Latosol Humik, tekstur halus, drainase baik
Seri                  : Bogor (Latosol Humik, tekstur Liat, drainase baik)
Tabel 2.4 Istilah-istilah untuk Horizon Perinci dengan Taksonomi Tanah

·         Sistem klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor
Sistem klasifikasi ini yang berasal dari pusat penelitian tanah Bogor dan telah banyak di kenal di Indonesia adalah sistem Dudal-Soepraptohardjo (1957).
Tabel 2.5 Tatanan Nama Tanah dari Beberapa Versi

·         Jenis Ordo Tanah
-          Alfisol
Tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah (=horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) tinggi yaitu > 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horizon bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning sebagian, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning
-          Andisol
Tanah-tanah yang mempunyai lapisan dengan sifat andik 36cm, pada kedalaman 60cm tanah ini dulu disebut Andosol .
-          Aridisol
Tanah-tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik (sangat kering). Mempunyai epipedon nochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Dulu disebut Desert Soils.
-          Entisol
Tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, atau histik bila tanah sangat lembek (ENT-Recent = baru). Tanah ini dulu disebut Aluvial atau Regosol.
-          Gelisol
Tanah yang selalu membeku karena suhu sangat dingin
-          Histosol
Tanah dengan kandungan bahan organik > 20% atau C-organik > 12% (tekstur pasir) atau bahan organik >30% (C-organik > 18%) (tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya >40 cm (Histos=jaringan). Tanah ini sehari-hari disebut Tanah Gambut, Tanah organik atau Organosol.
-          Inceptisol
Merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol (inceptum = permulaan). Umumnya mempunyai horison kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut kebanyakan tanah ini cukup subur. Tanah ini dulu termasuk tanah Aluvial, Regosol, gleihumus, Latosol,dll.
-          Mollisol
Tanah yang mempunyai epipedon molik, yaitu epipedon yang tebalnya > 18 cm, berwarna hitam (gelap) dengan value lembab 3, kandungan bahan organik > 1% (C-organik >0,6%), kejenuhan basa (NH4OAc) > 50%. Agregasi tanah baiksehingga tanah tidak keras bila kering (Mollis = lunak). Kecuali itu seluruh solum tanah juga harus mempunyai KB (NH4OAc) 50%. Tanah ini dulu disebut Chernozem, Brunizem, rendzina, dll.
-          Oxisol
Tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit (< 10%). Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga KTK rendah. KTK (NH4OAc)16cmol(+) /kg liat dan KTK efektif (jumlah basa + Al12cmol (+) /kg liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau Al. Di lapang tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Tanah dulu disebut tanah Latosol (umumnya Latosol Merah atau Merah Kekuningan), Lateritik atau juga Podzolik Merah Kuning.
-          Spodosol
Tanah di mana di horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al oksida dan humus (horison spodik) sedang lapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Tanah ini dulu disebut tanah Podzol.
-          Ultisol
Tanah-tanah di mana terjadi penimbunan liat di horison bawah (horison argilik), bersifat masam, KB pada kedalam 180 cm < 50%. Tanah ini dulu disebut tanah Podzolik Merah Kuning yang banyak terdapat di Indonesia. Kadang-kadang juga termasuk tanah Latosol dan Hidromorf Kelabu
-          Vertisol
Tanah dengan kandungan liat tinggi (> 30%) dari seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengerut (sifat vertik). Kalau kering tanah mengerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras, kalau basah mengembang dan lengket. Ditemukan bidang kilir (slicken side) dan struktur tanah baji. Tanah ini dulu disebut tanah Grumusol atau Margalit


BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1  Lokasi dan Waktu Praktikum
Dalam praktikum Geografi Tanah pada tanggal 20 November  2011 yang dilaksanakan di Desa Tanjungwangi Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang tepatnya di wilayah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Caringin dan dilaksanakan juga di daerah desa Blanakan Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang tepatnya di sekitar TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Kemudian pada tanggal 30 November 2011 kami mengambil sampel tanah di daerah Tangkuban Perahu tepatnya di Desa Ciater Kecamatan Ciater Kabupaten Subang.
3.2  Alat dan Bahan Praktikum
·         Alat
Tabel 3.1 Alat-alat Praktikum
GPS
Tali rapia
Karet
Bor tanah
Kompas
Munsell book
Spidol
Lakmus
Meteran
Instrumen praktikum
Alat Tulis
Peta RBI
Pisau lapangan
Plastik sampel
Ring sampel
Kamera
Busur
Digital gram scales
Oven tanah
Pipet, cetok
tabung ukur
cawan alumunium foil
Bor Tanah
Kompas

·         Bahan
Tabel 3.2 Bahan Praktikum
Sampel tanah
KCl
Aquades (air mineral)
HCl
H2O2
Spirtus

3.3  Teknik Pengumpulan Data
     Teknik pengumpulan data yang telah kami lakukan yakni dengan cara observasi lapangan, yaitu data  dari hasil pengamatan untuk mengetahui secara detil mengenai fenomena yang terjadi dengan mencatat secara rinci mengenai keadaan yang terjadi di lokasi dan mengambil sampel tanah, lalu melakukan pengujian tanah dalam laboratorium. Penulis juga melakukan studi literatur yakni merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber literatur seperti artikel, buku, internet dan lain-lain yang dianggap relevan dengan kajian penelitian, serta menggunakan instrumen-instrumen penelitian yang disediakan oleh dosen.
3.4  Cara Praktikum
3.4.1 Praktikum di Lapangan
-          Pemberangkatan dari kampus menuju lokasi penelitian.
-          Melakukan kegiatan penelitian itu sendiri. Penelitian ini dimulai dengan mengamati cara-cara praktikum yang di perlihatkan Dosen di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Caringin, kemudian kami mencari tempat yang cocok untuk pengambilan sampel lalu mengambil sampel tanah setiap horizonnya dengan menggunakan dua cara, yaitu disturbed sampling dan undisturbed sampling.
a)      Disturbed Sampling adalah sampling tanah yang terganggu, misalnya tanah yang pengambilan menggunakan pacul, skop dll.
b)      Undisturb Sampling adalah sampling tanah yang tidak terganggu. Cara pengambilan tanahnya menggunakan ring sample.
Lokasi kedua adalah di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Blanakan, kami mengambil sampel tanah yang ada di dekat sawah, kami mengambil sampel tanah tersebut dengan cara disturbed sampling dan undisturbed sampling. Dan lokasi yang ketiga adalah mengambil sampel tanah yang berada di daerah Tangkuban Perahu, kami pun mengambil sampel tanah menggunakan cara yang sama seperti yang telah dipaparkan di atas.
-          Selain itu kami melakukan pengamatan tanah dengan cara mengamati tekstur, struktur, kedalaman tanah efektif, warna, kelembaban, konsistensi, profil tanah, aktiftas fauna dan kemiringan lereng.
c)      Pengamatan warna tanah
-          Dari segumpal tanah yang asli, maka diambil agregat tanah yang mewakili (dengan pisau) kira-kira sebesar 2-3 cm diameter.
-          Kemudian warna tanah tersebut dibandingkan dengan warna-warna yang terdapat dalam lembaran buku Munsell Soil Colour Chart tadi.
-          Catat satuan / kode yang terdapat dalam lembaran buku ini, yaitu kilapan (hue) contoh 5 YR, nilai (value) contoh 5/ dan kroma (chroma) contoh /6.
-          Sebagai contoh kode warna yang lengkap pada no.3 di atas adalah 5 YR 5/6 yang berarti yellowish red (merah kekuning-kuningan).
-          Biasanya warna ini dicatat pada dua keadaan yaitu pada keadaan lembab (wet) dan kering (dry), oleh sebab itu tanah yang kering ditentukan juga warna lembabnya dengan dibasahi sedikit.

3.4.2  Praktikum di Laboratorium
Setelah mengambil sampel tanah yang kami dapat di lapangan, kami melakukan  pengujian tanah tersebut di laboratorium dengan menggunakan cara sebagai berikut.
Ø  Menentukan tekstur tanah
-          Mengambil sedikit tanah sampel disturbed.
-          Basahi tanah dengan air.
-          Kemudian Pijat-pijat atau dipilin-pilin tanah hingga terasa tingkat kekasaran, kelicinan dan kelengketannya.
-          Setelah itu baru kita dapat menentukan jenis tekstur tanah tersebut.
Ø Mendeteksi PH aktual menggunakah H2O
-          Ambil sampel tanah disturbed, masukan ke gelas lalu masukkan pula aquades dengan perbandingan 2:5 yakni 2 untuk tanah dan 5 untuk air aquades.
-          Kocok-kocok sampai tersuspensi, dan biarkan sampai mengendap.
-          Lalu celupkan kertas lakmus lalu lihat indikator pH di kertas lakmus.
-          Kemudian samakan dengan warna indikator yang ada di kertas pH.
Ø Mendeteksi pH potensial menggunakan larutan KCl
-       Ambil sampel tanah disturbed, lalu masukan ke tabung reaksi kemudian masukkan larutan KCL dengan perbandingan 2:5, 2 untuk tanah dan 5 untuk larutan KCL.
-       Kocok-kocok sampai tersuspensi dan biarkan sampai mengendap selama 15 menit.
-       Celupkan kertas lakmus lalu lihat indikator pH di kertas lakmus.
Ø  Mendeteksi kandungan bahan organik
Kualitatif
-       Ambil sampel tanah secukupnya.
-       Kemudian diratakan di atas kertas saring.
-       Tetesi tanah menggunakan larutan H2O2 dengan pipet secara merata.
-       Amati reaksi gelembung pada tanah apakah gelembung tersebut sedikit atau banyak.
↔ Kuantitatif
-       Ambil sampel tanah secukupnya yang sudah di oven.
-       Setelah itu timbang tanah yang sudah di oven.
-       Kemudian tanah tersebut di tuangkan spirtus lalu di bakar sampai tidak ada api yang menyala.
-       Kemudian setelah itu timbang lagi.
-       Lalu bandingkan massa tanah sesudah dibakar dan sebelum dibakar.
Ø  Mendeteksi struktur tanah
-          Mengambil sebongkah tanah dari sampel terganggu.
-          Kemudian dijatuhkan ke permukaan yang datar dengan jarak setengah tinggi badan atau setinggi pinggang.
-          Lalu amati pecahan dari struktur yang dihasilkan setelah tanah tersebut di jatuhkan, amati bentuknya, dan cocokkan dengan kriteria struktur tanah yang ada. 

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1 Deskripsi Umum Daerah Lokasi Praktikum
            Subang adalah sebuah kabupaten yang baru mendapatkan pemekaran wilayah administratif dari kabupaten Bandung dan merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat dengan ibukota kabupatennya berada di Subang. Luas wilayah Subang 205.176,95 ha atau 6,34% dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak pada koordinat 06º 11' - 6º 49' LS dan 107º 31'- 107º 54' BT.
Gb.4.1 Wilayah Kabupaten Subang
(Sumber: http://www.subang.go.id)

Adapun wilayah Kabupaten Subang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
·         Sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa,
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat,
·         Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang,
·         Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu.
            Berdasarkan topografinya, wilayah Kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 zona, yaitu :
Ø  Daerah Dataran Rendah atau Subang Bagian Utara
            Daerah ini merupakan daerah dengan ketinggian antara 0-50 m.dpl dengan luas 92.639,7 Ha atau 45,15% dari seluruh wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Pagadean, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya Pamanukan, Sukasari, Legon kulon, Blanakan, Patokbeusi, Tambakdahan, dan sebagian Pagadean Barat.

 Gb.4.2 Daerah Dataran Rendah di Subang Utara

Ø  Daerah Berbukit dan Dataran atau Subang Bagian Tengah
            Daerah ini merupakan daerah dengan ketinggian antara 50-500 m.dpl dengan luas wilayah 71.502,16 hektar atau 34,85 % dari seluruh luas wilayah kabupaten Subang. Zona ini meliputi wilayah Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipendeuy, sebagian besar Kecamatan Purwadadi, Cikaum dan  Pagadean Barat.

Gb.4.3 Daerah Berbukit dan Dataran di Subang Tengah
(Sumber: http://www.subang.go.id)

Ø  Daerah Pegunungan atau Subang Bagian Selatan
            Daerah ini memiliki ketinggian antara 500-1500 m.dpl dengan luas 41.035,09 Ha atau 20 % dari seluruh luas wilayah kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi kecamatan Jalan Cagak, Ciater, Kasomalang, Sagalaherang, Serangpanjang, sebagian besar Kecamatan Jalan Cagak, dan sebagian besar Kecamatan Tanjungsari.

Gb.4.4 Daerah Pegunungan di Subang Selatan
(Sumber: http://www.subang.go.id)

     Bentang Alam di Subang adalah terdiri dari batuan geomorfologi asal gunung api tua, yaitu Gunung Sunda. Secara umum daerah ini tersusun atas daerah yang terkontrol oleh struktur, baik lurus ataupun melingkar yang diperkirakan bekas kaldera gunung api tua. Pada daerah tertentu struktur tersebut juga di kontrol oleh kehadiran sumber air panas seperti di Ciater dan Maribaya. Bentukan geomorfologi asal gunung api tua biasanya merupakan daerah aktivitas sistem hidrotermal dan geotermal gunung api.
            Daerah Cijengkol, Maribaya, Subang, Gunung Cipunagara dan Gunung Kadaka, yang merupakan daerah bekas aktivitas sistem tersebut di atas hadir dalam bentuk kaldera gunung api tua yang di harapkan potensial untuk daerah mineralisasi logam sulfida.
4.2 Deskripsi Plot Ciater
            Untuk pengamatan tanah yang pertama, tanah diambil dari plot pertama yang terletak di koordinat 06° 46’ 18” LS dan 107° 38’ 21” BT tepatnya di daerah Desa Ciater Kecamatan Ciater Kabupaten Subang. 


Adapun profil tanah yang di dapat dari plot ini adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Profil Tanah Plot Ciater
Parameter
Plot Ciater
Horizon
A
B
C
Ketebalan
0-10 Cm
20-27 Cm
>27 Cm
Batas Horizon
Jelas (Clear)
Karatan (Mottles)
-
Sedang, Ukuran besar, Jelas
-
Konkresi
-
Sedang,  kekuatan sedang, besar
-
Tekstur
Lempung liat berpasir (Sandy Clay Loam)
Lempung berpasir
Konsistensi
Basah: Lekat (Slight)
Basah: Sedikit lekat
Lembab: gembur
Lembab: Teguh
Lembab: Sangat teguh
Kering: Lemah
Kering: Sedikit kuat
Struktur
Struktur sedang, gumpalan, lemah
Struktur sedang, bentuk gumpal, kekuatan sedang
Kasar, bentuk gumpalan, kekuatan sedang
Bahan Organik
Sedikit sekali
Tidak ada
Tidak ada
Aktivitas Fauna
Banyak (>14)
Sedang (1 – 14)
Retakan
Sedang (2 % - 20 %), kecil (<0.5 cm)
Sedikit (<2 %),  kecil (<0.5 cm)
Sedikit (<2 %),  kecil (<0.5 cm)
Perakaran
Banyak, ukuran besar (>5 mm), dan kecil (<2 mm)
Sedang, ukuran besar (>5 mm)
-

4.2.1 Sifat Fisik
            Berdasarkan perolehan data sebagai mana di atas, maka diperoleh bahwa tanah di plot 1 Ciater ini memiliki ketajaman perubahan horizon ke horizon lainnya yang jelas (Clear), hal ini berarti bahwa tebal peralihan antar horizon berkisar 2,5-6,5 cm. Adapun dengan ketebalan horizon A 0-10 cm, kemudian pada horizon B ketebalannya mencapai 20-27 cm, serta pada horizon C ketebalannya lebih dari 27 cm. Tidak semua dari horizon tanah yang ada di plot ini memiliki karatan (mottles), hal ini terbukti dari keberadaan karatan (mottles) yang hanya ada di horizon B dengan jumlah karatan sedang (medium), ukuran besar dengan perbandingan yang jelas (distinct). Dengan keberadaan karatan (mottles) pada horizon B saja, maka hal ini memunculkan konkresi (concretion) yakni akumulasi bahan-bahan dalam tanah yang bersifat keras secara kimiawi pada horizon B tersebut dengan jumlah konkresi (concretion) sedang, kekuatannya sedang (moderat), dan ukurannya besar yakni berdiameter lebih dari 1,5 cm.
            Setelah melewati pengujian tekstur dengan menggunakan indikator kekasaran, kelicinan, dan kelengketan, maka diperoleh bahwa tanah di plot ini memiliki karakteristik cukup kasar, tidak licin, cukup lengket dan plastis, benang panjang, tanah sukar dibentuk cincin, dan cukup mengkilap. Maka, kami menyimpulkan bahwa tanah di plot ini memiliki tekstur lempung liat berpasir (sandy clay loam) untuk horizon A dan B. Sedangkan untuk horizon C memiliki tekstur lempung berpasir (Sandy Loam) karena dirasakan sangat kasar, tidak licin, tidak lengket dan plastis, serta tidak dapat dibentuk benang.
            Daya tahan tanah terhadap gaya luar atau konsistensi tanah di plot ini, yakni ketika basah maka konsistensi tanah horizon A dan B menjadi lekat (slight) sedangkan untuk horizon C menjadi sedikit lekat (slight sticky). Dalam keadaan lembab, horizon A menjadi gembur (friable), horizon B menjadi teguh (firm), dan horizon C menjadi sangat teguh (very firm). Sedangkan untuk keadaan kering, horizon A dan B konsistensinya menjadi lemah (soft) dan horizon C menjadi sedikit kuat (slight hard). Struktur dari tanah di plot ini untuk horizon A mengalami perkembangan struktur sedang ditandai dengan ped yang terbentuk tetapi mudah rusak, bentuknya berupa gumpalan, dan kekuatannya lemah. Untuk horizon B, perkembangan struktur sedang ditandai dengan ped yang terbentuk tetapi mudah rusak, bentuknya gumpalan, dan kekuatannya sedang. Sedangkan untuk horizon C, kekerasannya kasar (coarse), bentuknya gumpalan dengan kekuatan sedang. Retakan (cracks) yang ditemukan pada horizon A persentasenya sedang (2 % - 20 %) dan berukuran kecil (<0.5 cm). Pada horizon B dan C persentase retakan sedikit (<2 %) dengan ukuran kecil (<0.5 cm).         
4.2.2 Sifat Biologi
            Untuk aktivitas fauna sendiri, ditemukan bahwa pada horizon A dan B aktivitas faunanya banyak yaitu dengan ditemukannya lubang-lubang cacing atau bekas serangga sebanyak >14/ 7 cm2 tanah. Sedangkan untuk horizon C tanda adanya aktivitas fauna hanya dalam kategori sedang dengan jumlah lubang cacing 1 – 14/ 7 cm2 tanah. Perakaran (roots) yang terdapat pada horizon A jumlahnya banyak, akar berukuran besar (>5 mm) dan adapula akar dengan ukuran kecil (<2 mm). Pada horizon B, jumlah perakarannya sedang (medium) dengan ukuran akar yang besar (>5 mm). Untuk horizon C sendiri, tidak ditemukan perakaran.
4.2.3 Sifat Kimia
            Kandungan bahan organik dalam tanah horizon A sedikit sekali, sedangkan untuk horizon B dan C tidak ada. Hal ini dilihat dari tidak adanya buih ketika direaksikan dengan larutan H2O2. Derajat keasaman yang terukur di plot ini adalah pH aktual dan pH potensial untuk Horizon A masing-masing 5, yang berarti bahwa tanahnya cenderung asam. pH aktual dan pH potensial untuk Horizon B dan C masing-masing 4, yang berarti bahwa tanahnya sangat asam. Karena terletak antara range 3,5 – 4,5. Kandungan kapur dalam horizon A relatif banyak, pada horizon B tidak ada, sedangkan pada horizon C kandungan kapurnya sedikit.
Ø  Adapun data hasil pengolahan laboratorium terhadap sampel tanah terganggu (disturbed sample) dan sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) yang kami dapat dari plot Ciater adalah sebagai berikut.
·         Rumus Massa Padat (gram)
= Massa Tanah sebelum di Oven – Massa Tanah  sesudah di Oven (Gram)
Tabel 4.2 Massa Padat Disturbed Sample (Gram)
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Tanah dan Cawan
Massa Cawan
Massa Tanah
Massa Tanah dan Cawan
Massa Cawan
Massa Padat
A
350.29
4.67
345.62
133.8
4.67
129.13
B
348.72
4.64
344.08
181.1
4.64
176.46
C
345.11
6.5
338.61
189.03
6.5
182.53
·         Rumus Massa Air (gram)
= Massa tanah sebelum oven – massa padat
Tabel 4.3 Massa Air Disturbed Sample (Gram)
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Air
Massa Tanah
Massa Padat
A
345.62
129.13
216.49
B
344.08
176.46
167.62
C
338.61
182.53
156.08

Tabel 4.4 Massa Padat Undisturbed Sample (Gram)
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Tanah dan Ring
Massa Ring
Massa Tanah
Massa Tanah dan Ring
Massa Ring
Massa Padat
A
520.04
308.24
211.8
412.47
308.24
104.23
B
550.43
308.12
242.31
441.13
308.12
133.01
C
507.04
307.16
199.88
416.33
307.16
109.17


Tabel 4.5 Menghitung Massa Air Undisturbed Sample (Gram)
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Air
Massa Tanah
Massa Padat
A
211.8
104.23
107.57
B
242.31
133.01
109.3
C
199.88
109.17
90.71

Grafik 4.1 Perbandingan Massa Tanah, Massa Padat, dan Massa Air dari Undisturbed Sample

·         Rumus Volume Padat (cm3)
= Volume air akhir – volume air awal




Tabel 4.6 Volume Padat (cm3)
Horizon
Volume Air Awal (Cm3)
Volume Air Akhir (Cm3)
Volume Padat (Cm3)
A
500
570
70
B
460
540
80
C
400
460
60

·         Rumus volume pori (cm3)
= Volume total – volume padat
Tabel 4.7 Volume Pori (Cm3)
Horizon
Volume Total
Volume Padat
Volume Pori
A
189.34
70
119.34
B
189.34
80
109.34
C
189.34
60
129.34

Tabel 4.8 Gravimetri
Horizon
Volume Padat (cm3)
Volume Pori (cm3)
Volume Air (cm3)
Volume Udara (cm3)
A
70
107.57
11.77
B
80
109.3
0.04
C
60
90.71
38.63

Tabel 4.9 Persentase Kelembaban Tanah (θ %)
Horizon
Massa Air (gr)
Volume Total(cm3)
θ %
A
107.57
189.34
56.81
B
109.3
189.34
57.73
C
90.71
189.34
47.91

·         Rumus kandungan bahan organik:
= Massa tanah sebelum dibakar – massa tanah setelah di bakar
Tabel 4.10 Kandungan Bahan Organik (Gram)
Sebelum Dibakar
Setelah Dibakar
Horizon
Massa Tanah
Massa Cawan
Massa Tanah
BO
% BO
A
134.6
4.66
75.53
15.95
12.27
B
75.64
4.66
65.53
10.2
14.37
C
34.06
4.62
85.53
4.93
16.75

·         Rumus Bulk Density (gram/cm3):
= massa tanah ÷ (volume tanah + pori tanah)
Tabel 4.11 Bulk Density (Gram/cm3)
Horizon
Massa Tanah
Volume Tanah
Volume Pori
Bulk Density
A
211.8
189.34
75.53
0.80
B
242.31
189.34
65.53
0.95
C
199.88
189.34
85.53
0.73

·         Rumus Partikel Density (gram/cm3):
= massa tanah ÷ volume tanah
Tabel 4.12  Particel Density (Gram/cm3)
Horizon
Massa Tanah
Volume Tanah
Particel Density
A
211.8
189.34
1.12
B
242.31
189.34
1.28
C
199.88
189.34
1.06

Tabel 4.13 Tingkat Porositas (%)
Horizon
Bulk Density
Particel Density
Porositas
A
0.96
1.46
28.52
B
1.15
1.66
25.71
C
0.87
1.37
31.12
           
            Berdasarkan  pengolahan data di atas, maka diperoleh bahwa massa air untuk horizon A lebih besar daripada massa padat sehingga tanah cenderung basah atau lembab. Sedangkan untuk horizon B dan C, massa air lebih kecil daripada massa padat sehingga kadar air untuk kedua horizon ini lebih rendah daripada horizon A.
            Dikarenakan volume pori lebih besar dari pada volume padat, maka  itu berarti tanahnya mudah pecah dan peluang air untuk mengisi pori menjadi besar akibatnya tanah menjadi gembur. Hal seperti ini jika disertai dengan kemiringan lereng yang curam dan tidak adanya vegetasi penutup, maka akan berdampak terjadinya tanah yang rentan terhadap erosi.
            Untuk kelembaban tanah horizon A dan B, cenderung lebih dari 50% sehingga hal ini membuktikan bahwa air yang mengisi pori tanah di kedua horizon tersebut cenderung banyak. Ini dapat mengakibatkan tanah menjadi gembur. Selain itu, jika hal ini disertai genangan air di permukaan, secara tidak langsung dapat mempengaruhi warna tanah karena terjadinya reduksi dan oksidasi. Bulk Density yang terdapat di horizon A, B, dan C adalah bernilai kurang dari 1, maka tanah cenderung tidak padat dan volume porinya besar. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor agregat tanah. Particel Density pada tanah ini cenderung tidak padat, karena masih kurang dari 2. Tingkat porositas yang ada pada horizon A dan B mendekati normal. Sedangkan untuk horizon C tingkat porositasnya normal dikarenakan dalam kisaran 31,12%. Persentase kandungan bahan organik pada setiap horizon masih tergolong sedang, dikarenakan masih kurang dari 50%. Hal ini mempengaruhi warna tanah dan tingkat kesuburan tanah di lokasi itu sendiri yang tinggi bahan organiknya. Tanah di plot ini merupakan tanah vulkanik.
4.3 Deskripsi Plot Desa Tanjungwangi, Cijambe
Plot kedua terletak di koordinat 06° 36’24” LS dan 107° 43’52” BT tepatnya di daerah desa Tanjungwangi Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang, di mana penggunaan lahan dominannya adalah sawah dan kebun. Vegetasi yang  dijumpai di plot ini di antaranya padi, ilalang, pohon kelapa, rumput dan pohon pisang. Pengambilan sampel tanah dilakukan di tebing yang bervegetasi pohon pisang dan tanaman singkong. Plot ini memiliki kemiringan lereng sebesar 43%.


Tabel 4.14 Profil Tanah di Plot Tanjungwangi, Cijambe
Parameter
Plot Tanjungwangi, Cijambe
Horizon
A
B
Ketebalan
0-7 dan 13-30
7-12
Batas Horizon
Jelas
Karatan (Mottles)
Banyak, kecil, jelas
Banyak, kecil, berbaur
Konkresi
Sedikit, kecil, Fe, Mn, Lemah
Sedikit, kecil, Fe, Ca, lemah
Tekstur
Lempung Berdebu (Silty Loam)
Konsistensi
Basah: Sedikit lekat
Lembab: Gembur (Friable)
Kering: lunak
Kering: lemah
Struktur
Struktur sedang, ukuran sedang, bentuk gumpal menyudut
Struktur kuat, ukuran sedang, bentuk gumpal menyudut
Bahan Organik
Sedang
Sedang
Aktivitas Fauna
Sedang (1 – 14)
Sedang (1 – 14)
Lapisan Liat
Sedikit (C1)
Sedikit (C1)
Retakan
Sedikit (<2 %),  kecil (<0.5 cm)
Sedikit (<2 %),  kecil (<0.5 cm)
Pori-pori Tanah
Sedang dan kecil
Perakaran
Banyak dan sedang
Sedang dan kecil
Kandungan Batu
-
-
Matrix Color
10YR 4/6
2,5 YR 2.5/4
Ph aktual
5
5
Ph Potensial
4
5
           
4.3.1 Sifat Fisik
            Berdasarkan perolehan data sebagaimana di atas, maka diperoleh bahwa tanah di plot 2 Tanjungwangi ini memiliki ketajaman perubahan horizon ke horizon lainnya yang jelas, hal ini berarti bahwa tebal peralihan antar horizon berkisar 2,5-6,5 cm. Namun bentuknya tidak teratur karena batas horizonnya tidak beraturan dan naik turun tidak berpola. Adapun ketebalan horizon A 0-7 dan 13-30 cm, kemudian pada horizon B ketebalannya mencapai 7-12 cm. Hal yang menyulitkan identifikasi di plot ini adalah batas horizon yang tidak beraturan. Karena berdasarkan warna dan kekerasannya, horizon B teridentifikasi menyisip di antara horizon A. Namun sayangnya, kami tidak menemukan horizon C, dikarenakan horizon A nya saja masih sangat tebal. Semua dari horizon tanah yang ada di plot ini memiliki karatan (mottles), hal ini terbukti dari keberadaan karatan (mottles) yang ada di horizon A dengan jumlah karatan banyak (abundent), ukuran kecil dengan perbandingan yang jelas (distinct). Pada horizon B, karatan juga dapat terlihat dengan jumlah yang banyak, ukuran kecil, dan perbandingannya berbaur (faint). Dengan keberadaan karatan (mottles) pada horizon A dan B tersebut, maka memunculkan konkresi (concretion) yakni akumulasi bahan-bahan dalam tanah yang bersifat keras secara kimiawi pada horizon A dan B tersebut dengan jumlah konkresi (concretion) sedikit, kekuatannya lemah (weak), dan ukurannya kecil yakni berdiameter 0,5 cm. Konkresi yang ditemukan pada horizon A berwarna merah dan hitam, yang berarti merupakan hasil dari akumulasi proses oksidasi Fe dan Mn. Sedangkan pada horizon B ditemukan konkresi berwarna merah (Fe) dan putih (Ca).
            Setelah melewati pengujian tekstur dengan menggunakan indikator kekasaran, kelicinan, dan kelengketan, maka diperoleh bahwa tanah di plot ini memiliki karakteristik sangat licin, hampir tidak lengket dan plastis, benang tanah sukar dibentuk, dan tidak mengkilap. Maka, kami menyimpulkan bahwa tanah di plot ini memiliki tekstur lempung berdebu (silty loam) untuk horizon A dan B.           Daya tahan tanah terhadap gaya luar atau konsistensi tanah di plot ini, yakni ketika basah maka konsistensi tanah horizon A dan B menjadi sedikit lekat (slight sticky). Dalam keadaan lembab, horizon A dan B menjadi gembur (friable) karena bahan tanah mudah rusak dengan tekanan ibu jari dan telunjuk sekalipun. Sedangkan untuk keadaan kering, horizon A konsistensinya menjadi lunak karena massa tanah terikat sangat lemah dan gembur, dapat dihancurkan menjadi seperti bedak meski dengan tekanan yang tidak terlalu kuat, sedangkan horizon B konsistensinya menjadi lemah (soft). Struktur dari tanah di plot ini untuk horizon A mengalami perkembangan struktur sedang ditandai dengan ped yang terbentuk tetapi mudah rusak, bentuknya berupa gumpal bersudut, dan ukurannya sedang. Untuk horizon B, perkembangan strukturnya kuat ditandai dengan ped yang terbentuk secara alamiah dan teguh. Apabila diusik, sebagian besar masih utuh dan jarang yang menjadi partikel murni, bentuknya gumpal menyudut dengan ukuran sedang.
4.3.2 Sifat Biologi dan Kimia
            Kandungan bahan organik dalam tanah horizon A dan B sedang. Hal ini dilihat dari jumlah buih yang relative sedang ketika direaksikan dengan larutan H2O2. Untuk aktivitas fauna sendiri, ditemukan bahwa pada horizon A dan B aktivitas faunanya sedang yaitu dengan ditemukannya lubang-lubang cacing atau bekas serangga sebanyak 1 – 14/ 7 cm2 tanah. Retakan (cracks) yang ditemukan pada horizon A dan horizon B persentase retakan sedikit (<2 %) dengan ukuran kecil (<0.5 cm). Perakaran (roots) yang terdapat pada horizon A jumlahnya banyak, akar berukuran sedang (2-5 mm) dan adapula akar dengan ukuran kecil (<2 mm). Pada horizon B, jumlah perakarannya sedang (medium) dengan ukuran akar kecil (<2 mm). Derajat keasaman yang diperoleh untuk tanah di plot ini adalah untuk horizon A pH aktualnya adalah 5 dan pH potensialnya adalah 4. Sedangkan untuk horizon B pH aktualnya 5 dan pH potensialnya adalah 5. Warna tanah yang diduga mewakili adalah 10YR 4/6 untuk horizon A, dan 2,5 YR 2.5/4 untuk horizon B.
Ø  Adapun data hasil pengolahan laboratorium terhadap sampel tanah terganggu (disturbed sample) dan sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) yang kami dapat dari plot Tanjungwangi, Cijambe adalah sebagai berikut.




·         Rumus Massa Padat :
Massa Tanah sebelum di Oven – Massa Tanah  sesudah di Oven (Gram)
Tabel 4.15 Massa Padat (Disturbed Sample)
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Tanah dan Cawan
Massa Cawan
Massa Tanah
Massa Tanah dan Cawan
Massa Cawan
Massa Padat
A
106.93
3.27
103.66
79.34
3.27
76.07
B
222.14
3.7
218.44
163.49
3.7
159.79

·         Rumus Massa Air
Massa Tanah – Massa Padat (Gram)
Tabel 4.16 Massa Air (Disturbed Sample)
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Air
Massa Tanah
Massa Padat
A
103.66
76.07
27.59
B
218.44
159.79
58.65



Tabel 4.17 Massa Padat (Undisturbed Sample)
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Tanah dan Ring
Massa Ring
Massa Tanah
Massa Tanah dan Ring
Massa Ring
Massa Padat
A
507.08
303.82
203.26
446.69
303.82
142.87
B
502.2
308.12
194.08
426.49
308.12
118.37



Tabel 4.18 Menghitung Massa Air (Undisturbed Sample)
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Air
Massa Tanah
Massa Padat
A
203.26
142.87
60.39
B
194.08
118.37
75.71

·         Rumus Volume Padat :
Volume air akhir – Volume air awal (cm3)
Tabel 4.19 Volume Padat (cm3)
Horizon
Volume Air Awal
Volume Air Akhir
Volume Padat
A
500
560
60
B
500
580
80

·         Rumus Volume Total :
V = 3,14 x r2 x t
Tabel 4.20 Volume Total (cm3)
Horizon
Jari-jari Ring (Cm)
Tinggi Ring (Cm)
Volume Ring (Cm3)
A
2.65
6.9
153.37
B
2.65
6.8
167.40

·         Rumus Kelembaban Tanah (%)
(Massa air ÷ volume total) x 100%



Tabel 4.21 Persentase Kelembaban Tanah (θ %)


Horizon
Massa Air
Volume Tanah
θ %


A
60.39
153.37
39.38


B
75.71
167.40
42.43


·         Rumus Bulk Density (gram/cm3):
= massa tanah ÷ (volume tanah + pori tanah)
Tabel 4.22 Bulk Density (Gram/cm3)
Horizon
Massa Tanah
Volume Tanah
Volume Pori
Bulk Density
A
203.26
153.37
92.15
0.83
B
194.08
167.40
69.94
0.82

·         Rumus Partikel Density (gram/cm3):
= massa tanah ÷ volume tanah
Tabel 4.23 Particel Density (Gram/cm3)
Horizon
Massa Tanah
Volume Tanah
Particel Density
A
203.26
153.37
1.33
B
194.08
167.40
1.16



·         Rumus volume pori (cm3)
= Volume total – volume padat
Tabel 4.24 Volume Pori (cm3)
Horizon
Volume Tanah
Volume Padat
Volume Pori
A
153.37
60
93.37
B
167.40
80
87.40



·         Rumus porositas:
Porositas total =        1 – (Bulk density ÷ partikel density) x 100%
Tabel 4.25 Tingkat Porositas (%)
Horizon
Bulk Density
Particel Density
Porositas
A
0.82
1.34
37.84
B
0.76
1.29
34.30


·         Rumus kandungan bahan organik:
= Massa tanah sebelum dibakar – massa tanah setelah di bakar
Tabel 4.26 Kandungan Bahan Organik (Gram)

Sebelum Dibakar
Setelah Dibakar
Horizon
Massa Tanah
Massa Cawan
Massa Tanah
BO
% BO
A
47.89
3.52
44.84
3.05
6.37
B
99.55
3.9
90.23
9.32
9.36

Berdasarkan  pengolahan data di atas, maka diperoleh bahwa massa air untuk horizon A dan B lebih kecil daripada massa padat sehingga tanah cenderung kering dan tidak lembab. Dikarenakan volume pori lebih besar dari pada volume padat, maka  itu berarti tanahnya mudah pecah dan peluang air untuk mengisi pori menjadi besar akibatnya tanah menjadi gembur. Hal seperti ini jika disertai dengan kemiringan lereng yang curam dan tidak adanya vegetasi penutup, maka akan berdampak terjadinya tanah yang rentan terhadap erosi. Untuk tanah di lokasi ini, vegetasi tahunannya memang masih sedikit, jadi tidak jarang jika tanahnya mudah tererosi.
            Untuk kelembaban tanah horizon A dan B, masih dalam kisaran < 50% sehingga hal ini membuktikan bahwa air yang mengisi pori tanah di kedua horizon tersebut cenderung sedang. Ini dapat mengakibatkan tanah menjadi agak gembur. Selain itu, jika hal ini disertai genangan air di permukaan, secara tidak langsung dapat mempengaruhi warna tanah karena terjadinya reduksi dan oksidasi. Bulk Density yang terdapat di horizon A dan B adalah bernilai kurang dari 1, maka tanah cenderung tidak padat dan volume porinya besar. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor agregat tanah. Serta menyebabkan tanah mudah meloloskan air dan ditembus oleh akar tanaman. Particel Density pada tanah di lokasi ini cenderung tidak padat, karena masih kurang dari 2. Untuk tingkat porositas yang ada pada horizon A dan B porositasnya normal karena masih dalam kisaran 30-60 %.
4.4 Deskripsi Plot Desa Blanakan, Blanakan
            Plot pengamatan kami yang ketiga terletak di kawasan sekitar Desa Ciasem, Pamanukan. Adapun plot ini terletak di koordinat 06o 16’ 32” LS dan 107o 39’ 39” BT yang merupakan kawasan yang memiliki penggunaan lahan sawah. Kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi berupa padi di sawahnya dan tanaman rumput di sekitarannya. Kemiringan lerengnya sekitar 0-3% dan ketinggiannya berkisar 9 m.dpl. Daerah ini memiliki bentuk topografi landai karena merupakan daerah sawah dan merupakan salah satu kawasan yang masih dekat dengan pesisir. Tingkat erosi di Plot ini rendah dan memiliki batuan induk batuan sedimen.

Tabel 4.28 Profil Tanah di Plot 3 Blanakan, Blanakan


Parameter
Plot Blanakan, Blanakan
Horizon
A
B
Ketebalan
0-7
7
Batas Horizon
Jelas
Karatan (Mottles)
Sedikit, ukuran kecil, membaur
Sedikit, ukuran sedang, membaur
Konkresi
Sedikit, ukuran kecil, Fe, kuat
Sedang, ukuran kecil, Fe, lemah
Tekstur
Liat (Clay)
Liat liat berdebu
Konsistensi
Basah: Sangat lekat & sangat plastis
Basah: Lekat
Lembab: sangat teguh
Lembab: sangat teguh
Kering: lemah
Kering: sedikit kuat
Struktur
Struktur sedang, halus, masif
Bahan Organik
Banyak
Banyak
Aktivitas Fauna
Sedikit (1 – 2)
Sedang (1 – 14)
Lapisan Liat
Banyak (C3)
Banyak (C3)
Retakan
Sedikit (<2 %), kecil (<0.5 cm)
Sedikit (<2 %), kecil (<0.5 cm)
Pori
Sedikit dan kecil (<2 mm)
Perakaran
Sedang dan kecil (<2 mm)
Kandungan Batu
Sedikit, butiran merah bata (3mm-10mm)
Laterite grit (2mm-3mm)
Matrix Color
2,5YR 3/4
5YR 4/6
Ph Aktual
6
6
Ph Potensial
6
6

            Kemudian bentuk lereng disini landai karena memiliki penggunaan lahan sawah yang tidak berterasering sama sekali.
4.4.1 Sifat Fisik
            Berdasarkan perolehan data sebagaimana di atas, maka diperoleh bahwa tanah di plot 3 Blanakan ini memiliki ketajaman perubahan horizon ke horizon lainnya yang jelas, hal ini berarti bahwa tebal peralihan antar horizon berkisar 2,5-6,5 cm. Namun batas horizonnya bergelombang. Adapun ketebalan horizon A 0-7 cm kemudian pada horizon B ketebalannya berawal dari 7cm sampai kedalaman yang sulit kami gali dikarenakan tanahnya sangat lekat. Semua dari horizon tanah yang ada di plot ini memiliki karatan (mottles), hal ini terbukti dari keberadaan karatan (mottles) yang ada di horizon A dengan jumlah karatan sedikit (few), ukuran kecil dengan perbandingan yang membaur (faint). Pada horizon B, karatan juga dapat terlihat dengan jumlah yang sedikit, ukuran sedang, dan perbandingannya membaur (faint). Dengan keberadaan karatan (mottles) pada horizon A dan B tersebut, maka memunculkan konkresi (concretion) yakni akumulasi bahan-bahan dalam tanah yang bersifat keras secara kimiawi pada horizon A dengan jumlah konkresi (concretion) sedikit, kekuatannya lemah (weak), dan ukurannya kecil yakni berdiameter 0,5 cm. Konkresi yang ditemukan pada horizon A berwarna merah, yang berarti merupakan hasil dari akumulasi proses oksidasi Fe. Sedangkan pada horizon B ditemukan konkresi sedikit, ukurannya kecil, dan kekuatannya sudah kuat, konkresi yang ditemukan berwarna merah (Fe).
            Setelah melewati pengujian tekstur dengan menggunakan indikator kekasaran, kelicinan, dan kelengketan, maka diperoleh bahwa tanah di plot ini memiliki karakteristik tidak kasar hampir agak kasar, tidak licin, sangat lengket dan plastis, benang tanah mudah dibentuk cincin, dan mengkilap. Maka, kami menyimpulkan bahwa tanah di plot ini memiliki tekstur liat (clay) untuk horizon A. Untuk horizon B merupakan lempung liat berdebu (silty clay loam) karena karakteristik yang didapat adalah cukup lengket dan plastis, benang tanah sukar dibuat cincin, dan mengkilat. Daya tahan tanah terhadap gaya luar atau konsistensi tanah di plot ini, yakni ketika basah maka konsistensi tanah horizon A menjadi sangat lekat (very slighty) dan sangat plastis. Sedangkan horizon B menjadi lekat ketika basah. Dalam keadaan lembab, horizon A dan B menjadi sangat teguh karena bahan tanah dapat dirusak dengan tekanan yang kuat. Sedangkan untuk keadaan kering, horizon A konsistensinya menjadi lemah karena massa tanah terikat lemah dan gembur, dapat dihancurkan meski dengan tekanan yang tidak terlalu kuat, sedangkan horizon B konsistensinya menjadi sedikit kuat. Struktur dari tanah di plot ini untuk horizon A dan B mengalami perkembangan struktur kuat ditandai dengan ped yang terbentuk secara alamiah dan teguh. Apabila diusik, sebagian besar masih utuh dan jarang yang menjadi partikel murni, bentuknya gumpal menyudut dengan ukuran sedang.
4.4.2 Sifat Biologi dan Kimia
            Kandungan bahan organik dalam tanah horizon A dan B banyak. Hal ini dilihat dari jumlah buih yang banyak ketika direaksikan dengan larutan H2O2. Untuk aktivitas fauna sendiri, ditemukan bahwa pada horizon A aktivitas faunanya sedang yaitu dengan ditemukannya lubang-lubang cacing atau bekas serangga sedikit dalam kisaran 1 – 2/ 7 cm2 tanah. Sedangkan pada horizon B aktivitas faunanya sedang yakni dalam kisaran 1 – 14/ 7 cm2 tanah. Retakan (cracks) yang ditemukan pada horizon A dan horizon B persentase retakan sedikit (<2 %) dengan ukuran kecil (<0.5 cm). Perakaran (roots) yang terdapat pada horizon A jumlahnya sedang, akar berukuran kecil (<2 mm). Kandungan batu pada horizon A adalah berjumlah sedikit berupa butiran merah bata (3mm-10mm) dan pada horizon B berupa Laterite grit dengan ukuran (2mm-3mm). Derajat keasaman yang diperoleh untuk tanah di plot ini adalah untuk horizon A dan B pH aktualnya adalah 6 dan pH potensialnya adalah 6. Warna tanah yang diduga mewakili adalah 2,5YR 3/4 untuk horizon A, dan 5 YR 4/6 untuk horizon B.
Tabel 4.29 massa padat (Gram)
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Tanah dan Cawan
Massa Cawan
Massa Tanah
Massa Tanah dan Cawan
Massa Cawan
Massa Padat
A
127.54
3.27
124.27
95.17
3.27
91.9
B
33.24
3.7
29.54
26.54
3.7
22.84

Tabel 4.30 Menghitung massa air (Gram)
Sampel Terganggu (Disturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Air
Massa Tanah
Massa Padat
A
124.27
91.9
32.37
B
29.54
22.84
6.7

Tabel 4.31 Menghitung massa padat (Gram)
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)

Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven

Massa Tanah dan Ring
Massa Ring
Massa Tanah
Massa Tanah dan Ring
Massa Ring
Massa Padat

A
606.8
309.22
297.58
539.57
305.74
233.83

B
586.07
305.74
280.33
518.28
309.22
209.06


Tabel 4.32 Menghitung massa air (Gram)
Sampel Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)
Horizon
Sebelum Oven
Sesudah Oven
Massa Air
Massa Tanah
Massa Padat
A
297.58
233.83
63.75
B
280.33
209.22
71.11


Tabel 4.33 Volume Padat (cm3)

Horizon
Volume Air Awal (Cm3)
Volume Air Akhir (Cm3)
Volume Padat (Cm3)

A
500
610
110

B
500
600
100


Tabel 4.34 Menghitung Volume Tanah (Gram)

Horizon
Jari-jari Ring (Cm)
Tinggi Ring (Cm)
Volume Ring (Cm3)

A
2.9
6.8
178.57

B
2.9
6.7
176.93


Tabel 4.35 Persentase Kelembaban Tanah (θ %)

Horizon
Massa Air
Volume Tanah
θ %

A
63.75
178.57
35.5

B
71.11
176.93
40.19


Tabel 4.36 Menghitung Bulk Density
Horizon
Massa Tanah
Volume Tanah
Volume Pori
Bulk Density
A
297.58
179.57
69.57
1.19
B
280.33
176.93
76.93
1.10

Tabel 4.37 Menghitung Particel Density
Horizon
Massa Tanah
Volume Tanah
Particel Density
A
297.58
179.57
1.66
B
280.33
176.93
1.58

Tabel 4.38 Menghitung Tingkat Porositas %
Horizon
Bulk Density
Particel Density
Porositas
A
1.55
1.96
27.92
B
1.42
1.87
30.30
Tabel 4.39 Kandungan Bahan Organik (Gram)
Sebelum Dibakar
Setelah Dibakar
Horizon
Massa Tanah
Massa Cawan
Massa Tanah
BO
% BO
A
56.06
3.72
51.88
4.16
7.42
B
11.98
3.64
11.24
0.74
6.18

            Berdasarkan  pengolahan data di atas, maka diperoleh bahwa Bulk Density yang terdapat di horizon A dan B adalah bernilai lebih dari 1, maka tanah cenderung padat dan volume porinya kecil. Hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor agregat tanah. Sehingga tingkat kemampuan tanah dalam meloloskan air cenderung kecil. Particel Density pada tanah ini cenderung tidak padat, karena masih kurang dari 2. Tingkat porositas yang ada pada horizon A dan B porositasnya normal karena masih dalam kisaran 30-60 %. Tanah di plot ini merupakan tanah sedimen.




BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Dari hasil pengamatan kelompok 8 di daerah ciater kami menyimpulkan bahwa jenis tanah yang berada di daerah tersebut merupakan jenis tanah Vulkanik. Kemudian di daerah TPA Caringin tanahnya merupakan jenis tanah Vulkanik, dan di daerah Blanakan tanahnya merupakan jenis tanah Sedimen. Dalam sifat fisik tanah yang kami teliti, kami menemukan tekstur dan struktur tanah yang berbeda pada setiap plotnya. Selain itu pada tanah yang kami amati terdapat aktifitas fauna yang ditemukan pada setiap plot aktivitas faunanya banyak yaitu dengan ditemukannya lubang-lubang cacing atau bekas serangga dan di temukan  Perakaran (roots) dalam jumlahnya banyak, akar berukuran besar (>5 mm) dan adapula akar dengan ukuran kecil (<2 mm). Karakteristik tanah pada ketiga plot tersebut memiliki ciri dan perbedaan masing-masing.

5.2 Rekomendasi
 Menyikapi permasalahan yang kami temukan di lapangan maupun di laboratorium, rekomendasi yang kami ajukan adalah:
·         Sebaiknya masyarakat dapat menjaga kelestarian tanah di daerah tersebut, agar tidak terjadi kerusakan pada tanah dan dapat dikelola sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
·         Dalam teknis pengujian di laboraturium sebaiknya alat dan bahan yang digunakan harus di tambah. Karena dapat menghambat proses pengujian sample tanah.
·         Pengelolaan tanah di daerah TPA Caringin membuat tanah di daerah tersebut menjadi tidak subur sebaiknya TPA ditempatkan di lahan kosong yang sudah tidak berpotensi untuk pemanfaatan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Sutanto, Rachman. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius
Rohmat, Dede. (2010). Pedoman Praktis Pengamatan Tanah di Lapangan
_______. (2010). Peta Kabupaten Subang. [Online]. Tersedia: http://www.subang.go.id. [10 Oktober 2011]
_______. (2010). Subang Utara. [Online]. Tersedia: http://www.subang.go.id. [10 Oktober 2011]
_______. (2010). Subang Selatan. [Online]. Tersedia: http://www.subang.go.id. [10 Oktober 2011]
_______. (2010). Subang Tengah. [Online]. Tersedia: http://www.subang.go.id. [10 Oktober 2011]


2 komentar:

  1. Saya bernama MORAIDA LUNA. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan karena putus asa, saya telah penipuan oleh beberapa lender online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Mrs Amanda yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari € 53.000 dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%. Jadi jika Anda membutuhkan pinjaman, menghubunginya via email nya: amandarichardson686@gmail.com atau amandarichardssonloanfirm@gmail.com
    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya moraidaluna@gmail.com.

    BalasHapus

Social Profiles

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInRSS FeedEmail