Hepta Search

Senin, 01 Oktober 2012

DAMPAK FILM SERIAL KARTUN TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA MAUPUN PERILAKU ANAK



DAMPAK FILM SERIAL KARTUN
TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA MAUPUN PERILAKU ANAK 


disusun oleh:
Yoga Hepta Gumilar        1002055



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Televisi merupakan alat komunikasi massa, yang banyak dipergunakan pada masa sekarang. Pada 1981 separuh dari penduduk Indonesia sudah biasa menonton televisi. Sekarang ini sekitar delapan di antara sepuluh orang Indonesia biasa menonton televisi dan khusus di daerah perkotaan, bahkan sembilan di antara sepuluh orang (Hofmann, 1999). Televisi dianggap sebagai salah satu budaya populer. Berbagai tayangan dapat kita saksikan, tayangan untuk orang dewasa hingga anak-anak, berita, hiburan, dan pendidikan dapat disaksikan Ahingga kepelosok desa.  Semakin berkembangnya jaman, semakin bertambah pula stasiun televisi dengan segmen-segmen tertentu yang menjadi pijakannya, seperti Metro TV yang cenderung menayangkan berita, SCTV dengan tayangan sinetronnya, dan Global TV yang lebih banyak menayangkan film kartun.
Film kartun banyak digemari oleh anak-anak, hingga beberapa stasiun televisi menayangkannya pada sore hari. Kekerasan secara tidak disadari telah merasuki cerita dalam film kartun. Hingga saat ini banyak film kartun yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi dan memiliki peminat yang jumlahnya sangat banyak, terutama di kalangan anak-anak. Film kartun yang mengandung kekerasan dan sering ditayangkan di televisi adalah Tom and Jerry, Naruto, Dragon Ball, dan lain-lain.
Awal masa kanak-kanak menjadi masa yang amat penting. “Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira tiga belas tahun untuk wanita dan empat belas tahun untuk pria” . Pada kisaran umur inilah penggemar film kartun berada.

1.2. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin disampaikan penulis, adalah:
1.    Apakah yang dimaksud dengan film kartun yang mengandung kekerasan?
2.    Apakah yang dimaksud dengan awal masa kanak-kanak?
3.    Apakah pengaruh yang ditimbulkan oleh film kartun yang mengandung kekerasan dengan perilaku pada awal masa kanak-kanak?

1.3 Tujuan Penulisan
Karya tulis ini bertujuan agar masyarakat terutama orang tua mengerti dan memahami bahwa tayangan televisi memiliki berbagai dampak, terutama film kartun yang mengandung kekerasan yang secara tidak sadar mampu merubah perilaku anak dalam berbahasa. Orang tua mampu mendampingi dan memilihkan tayangan televisi yang pantas ditonton oleh anak-anaknya. Anak-anak juga mampu menentukan mana perilaku yang ditontonnya yang pantas untuk dia tirukan atau pun tidak, dengan dampingan orang tua hal ini dapat terlaksana.
1.4 Manfaat Penulisan
Karya tulis yang berjudul “Dampak Film Kartun yang Mengandung Unsur Kekerasan  dan Bahasa Terhadap Perilaku Awal Masa Kanak-Kanak” diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan akademis yang mempelajari tentang tayangan televisi dan perilaku anak, orang tua yang sedang mendidik anak-anaknya terutama pada awal masa kanak-kanak, dan masyarakat luas yang memiliki perhatian terhadap tayangan televisi yang mempengaruhi perilaku anak.

BAB II
Landasan Teori

Kartun (cartoon dalam Bahasa Inggris) berasal dari bahasa Italia, cartone, yang berarti kertas. Kartun pada mulanya adalah penamaan bagi sketsa pada kertas alot (stout paper) sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau lukisan dinding, gambar arsitektur, motif permadani, atau untuk gambar pada mozaik dan kaca. Namun seiring perkembangan waktu, pengertian kartun pada saat ini tidak sekadar sebagai sebuah gambar rancangan, tetapi kemudian berkembang menjadi gambar yang bersifat dan bertujuan humor.Sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis, kartun merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas, atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu. Kartun biasanya hanya mengungkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana, tanpa detail, dengan menggunakan simbol-simbol, serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti secara cepat.
Anak dalam umur 2,5-5 tahun sudah memasuki tahap operasional konkrit. Dimana anak mulai mampu berfikir logis untuk mengganti cara berfikir sebelumnya yang bersifat intuitif-primitif, namun masih membutuhkan contoh-contoh konkrit. Disinilah peran televisi sebagai media komunikasi berperan terhadap perkembangan pola pemikiran anak. Dalam hal ini yang berkaitan dengan kegiatan anak-anak sudah bisa mencontoh perilaku yang dilihatnya. Misalnya jika menonton Film Kartun hal apa yang diserap oleh anak tersebut. Anak-anak merupakan konsumen media televisi yang populasinya besar sekali. Pada umumnya anak-anak senang sekali menonton tayangan yang menampilkan perkataan - perkataan yang baru mereka dengar. Jadi dengan demikian, kartun dapat dengan mudah untuk mempengaruhi bahasa kepada anak.
Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulumuddin telah menyebutkan: “Perlu diketahui bahwa jalan untuk melatih anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari yang lainnya”. Anak merupakan amanat ditangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial), niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial) serta ditelantarkan, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan berdampak sangat buruk bagi perkembangan baik fisik, mental, maupun spiritual sang anak.
Orang tua berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, menanamkan budi pekerti yang baik, mengajarinya akhlak-akhlak yang mulia melalui keteladanan dari orang tuanya, dan juga berusaha memenuhi kebutuhan anak baik lahir maupun batin secara proporsional sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi anak. Mendidik dan memberikan tuntunan merupakan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya.
Sudah menjadi keharusan bagi orang tua dan pendidik untuk bekerja bersama-sama memberikan kontribusi secara aktif dan positif dalam membentuk kualitas anak yang cerdas baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.  Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan.Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan bahasa.

BAB III
Isi

3.1 Film Kartun yang Mengandung Kekerasan
Tayangan televisi sebagai hiburan yang sering ditonton adalah film. Walaupun kita sering menganggap film sebagai sinonim dengan hiburan, banyak film yang menjalankan fungsi yang lain. pengertian kartun seperti yang sekarang kita pegang dicanangkan pada 1843 di Inggris. Ketika itu ajang kompetisi dan pameran kartun besar-besaran digelar di masa kekuasaan Ratu Victoria dan Pangeran Albert. Objeknya, dinding House of Parliament. Kata “kartun” sebenarnya berasal dari bahasa Italia, cartoneyang berarti kertas.
Film kartun adalah film yang menampilkan gambar bergerak di dalam media televisi. Film kartun pada saat ini sudah mengalami pergeseran kepada arah kekerasan yang kurang mendidik. Cukup banyak film kartun saat ini yang mengedepankan kekerasan dan pertumpahan darah. Namun,ada juga yang mendidik dan bagus, seperti Pokemon Digimon, dan Dragon Ball yang cukup baik dinikmati anak-anak.

3.2 Awal Masa Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua yaitu awal masa kanak-kanak dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua sampai enam tahun dan periode akhir dari enam sampai tiba saatnya anak matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi-usia dimana ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar.
Sebagian besar orang tua menganggap awal masa kanak-kanak sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Para pendidik menyebut tahun-tahun awal masa kanak-kanak sebagai usia prasekolah untuk membedakannya dari saat di mana anak dianggap cukup tua, baik secara fisik dan mental, untuk menghadapi tugas-tugas pada saat mereka mulai mengikuti pendidikan formal. Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk  menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan psikologis anak selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak.
Sebutan yang banyak digunakan para ahli psikolog adalah usia kelompok, masa dimana anak-anak mempelajari dasar-dasar perilku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu mereka massuk kelas satu. Usia menjelajah, sebuah label yang menunjukkan bahwa anak-anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya. Usia bertanya, salah satu cara yang umum dalam menjelajahi lingkungan adalah dengan bertanya. Periode ini juga dikenal sebagai usia meniru.
Reflexsive Vocalization ,Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeuarkan suara tangisan yang masih berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
Babling ,Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.
Lalling ,Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….
Echolalia ,Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu.
True Speech ,ayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.
3.3 Pengaruh yang Ditimbulkan oleh Film Kartun yang Mengandung  Kekerasan Terhadap Perilaku Awal Masa Kanak-Kanak
Pada awal masa kanak-kanak sering disebut sebagai tahap mainan, karena dalam periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Menonton televisi adalah salah satu kegiatan bermain yang populer pada masa kanak-kanak. Anak-anak jarang melihat bioskop, tetapi ia senang menonton film kartun, film tentang binatang, dan film tentang anggota-anggota keluarga. Anak-anak juga senang mendengarkan radio, tetapi lebih senang melihat televisi. Ia senang melihat acara untuk anak-anak yang lebih besar dan juga acara untuk anak-anak prasekolah. Ia mengalami situasi rumah yang aman sehingga biasanya tidak merasa takut kalau ada unsur-unsur yang menakutkan dalam acara televisi tersebut.
Film kartun sering ditayangkan pada pagi, sore, dan malam hari. Pada hari libur, film kartun sering ditayangkan dari pagi hingga malam hari. Tayangan full time ini cukup mengkhawatirkan bagi beberapa pihak, terutama orang tua. Anak-anak cenderung menonton televisi tanpa berhenti dan jam belajarnya terganggu.
Apalagi film kartun yang sering diputar di beberapa stasiun televisi mengandung unsur kekerasan. Film kartun tersebut menayangkan adegan pertengkaran dan pemukulan yang tidak pantas untuk ditonton oleh anak-anak. Adegan berdarah sering muncul dan ini menggeser image dari film kartun yang seharusnya menghibur, terutama untuk anak-anak.


Film kartun yang mengandung kekerasan ternyata juga diputar pada malam hari. Dalam adegan tersebut tidak jarang tokoh dalam kartun itu mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan sehingga dituruti oleh anak-anak dan di pakai dalaam keseharian.
Banyak kejadian kriminal yang dilakukan oleh anak-anak, sebagian dari mereka melakukan hal tersebut karena menonton tayangan kriminal di televisi. Film yang tidak seharusnya mereka lihat itu tertanam dalam memori dan membangkitkan rasa ingin tahu. Sehingga, timbul keinginan mencoba dalam pergaulan sehari-hari.
Tontonan seperti film kekerasan dan film porno sangat mempengaruhi perkembangan psikologi anak. Apa yang mereka lihat dari tontonan itu terekam dan sewaktu-waktu mereka praktikkan seperti yang mereka lihat
Dalam adegan film itu. Dan ini sangat berbahaya bagi si anak itu sendiri karena bisa terjerumus dalam pergaulan yang salah.
Tabel 3. 1. Efek Komunikasi Massa
Sasaran
Media Fisik
Pesan
Kognitif
Afektif
Bahavioral
Kognitif
Afektif
Behavioral
Individual
1
2
3
4
5
6
Interpersonal
7
8
9
10
11
12
Sistem
13
14
15
16
17
18
SUMBER: Psikologi Komunikasi Karangan Jalaludin Rakhmat Tahun2005
Dari tabel tersebut didapatkan bahwa behavioral mendapat efek yang cukup besar terhadap komunikasi massa. Dari media fisik ataupun pesan besar pengaruhnya terhadap behavioral indivu, interpersonal, dan sistem.
Tori Kepribadian Freud memiliki hubungan yang searah dengan perilaku awal masa kanak-kanak. Freud menyatakan bahwa Super-Ego (aspek psikologis) melalui proses yang dinamakan Oedipoes complex yang terjadi pada usia 3-6 tahun yang pada masa ini dinamakan Awal Masa Kanak-Kanak. Di mana masa ini anak cenderung memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi dan meniru.Menurut Freud pada masa ini pula, anak-anak menuruti perintah-perintah dan meniru perbuatan orang tuanya. Aspek moral kepribadian mulai terbentuk. Selain itu menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang (anak) cenderung meniru perilaku yang diamatinya, stimuli menjadi teladan untuk perilakunya (Rakhmat, 2005). Stimuli dalam hal ini dapat termasuk tayangan televisi yang sedang ditonton.
Begitu besarnya peran dan daya pikat yang dibuatnya membuat pengaruh televisi sering amat dominan dalam kehidupan anak. Bahkan akibat lebih ekstrim, televisi dianggap anak-anak sebagai panutan, dibandingkan dengan orang tua. Terdapat dampak negatif yang begitu banyak apabila membiarkan anak yang berusia awal masa kanak-kanak menonton film kartun yang mengandung kekerasan tanpa ada dampingan dari orang tua.



3.4 Tindakan Terhadap Film Kartun yang Mengandung Kekerasan
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang, sekaligus untuk mengembalikan peran orang tua sebagai panutan dalam keluarga perlu adanya semacam pedoman. Pada dasarnya amat diharapkan agar kepada anak-anak dikembangkan sikap aktif dan kritis dalam menonton tayangan televisi.
Terlalu sering menyaksikan film kartun dengan kekterasan menimbulkan perilaku agresif dan anak menjadi kurang kooperatif. Keyakinan kepada anak-anak segala persoalan hanya dapat diselesaikan lewat kekerasan.
Anak-anak menyaksikan televisi tanpa kontrol dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekerasan, perilaku agresif, dan hasil akademik atau belajar yang jelek. Selanjutnya, anak-anak di bawah usia empat tahun menghadapi kesulitan dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan. Banyak anak-anak dirusak kepekaannya dan mudah bertindak kasar.
Menyaksikan televisi sebelum sekolah, dapat menurunkan daya tangkap anak-anak terhadap pelajaran di sekolah. Berita-berita yang disuguhkan televisi, seringkali hanya merupakan katalog tindakan kekerasan yang dapat menyebabkan ketakutan dan kebingungan di antara anak-anak
Anak akan sulit mengekspresikan diri. Apabila sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di depan televisi, dapat dipastikan anak-anak tidak akan mendengarkan bila orang tua berbicara kepadanya, anak-anak tidak mau berbicara dengan orang tua dan anak- anak sulit mengekspresikan diri. Mereka sering meniru kekerasan “pahlawan             televisi” dan    perilakunya.
Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur penyiaran yaitu pada P3/SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) yang dikeluarkan oleh KPI. Beberapa pasal yang berhubungan dengan siaran yang bersifat kekerasan yang berdampak pada anak adalah pasal 32 ayat 1 dan pasal 35. Pasal 32 ayat 1 berisikan tentang program yang mengndung muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya disiarkaan pada jam tayang di mana anak-nak pada umumnya diperkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00-03.00. Sedangkan isi pasal 35 adalah dalam program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelakunya.
Adanya undang-undang dari KPI tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap penayangan film kartun yang mengandung kekerasan. Tayangan tersebut masih bebas ditayangkan. Hal ini memeperkuat teori freud bahwa hanya orang tua yang sangat berperan untuk membentuk dan mengendalikan moral anaknya dengan cara mendampinginya pada saat menonton tayangan tersebut.



BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Awal masa kanak-kanak merupakan awal pembentukan perilaku dimana orang tua harus memiliki perhatian ekstra kepada anak-anaknya. Pada tahap ini rasa keingin tahuan anak tenatang sesuatu cukup besar dan anak-anak cenderung meniru apa yang sedang disaksikan olehnya.
Film kartun merupakan tayangan favorit bagi sebagian besar anak-anak pada usia awal masa kanak-kanak. Maraknya film kartun yang mengandung unsur kekerasan menimbulkan beberapa damapak bagi perilaku anak. Anak-anak cenderung bersikat agresif dan banyak melakukan kekerasan.
Peran orang tua dan guru sangat penting membantu anak untuk mengapresiasi tayangan-tayangan televisi. Peran orang tua sangat penting, karena pada awal masa kanak-kanak mereka cenderung menuruti apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Kita tak bisa berharap banyak kepada pengelola televisi. Mereka adalah kapitalis sejati yang lebih berorientasi kepada keuntungan alias profit. Kendati begitu, kita juga tak bisa menafikan usaha-usaha yang telah dilakukan pengelola televisi akhir-akhir ini seperti menyensor tayangan dengan aturan yang sangat ketat, memberikan ikon panduan menonton hingga membuat program anak kendati secara finansial tak menarik pemasang iklan.

4.2 Saran
Dampingan orang tua sewaktu anak sedang menonton televisi sangat diperlukan, seiring banyaknya tayangan seperti film kartun yang mengandung kekerasan. Orang tua dapat mengingatkan kepada anak-anaknya apabila terdapat adegan yang tidak boleh ditiru, jadi anak-anaka juga dapat belajar bagaimana membedakan perilaku yang baik dan jelek. Anak-anak tidak asal menirukan apa yang sudah ditontonnya. Orang tua dapat mengatur jadwal menonton televisi anak-anakanya sehingga dapat menfilter tayangan yang tidak pantas untuk ditonton oleh anak-anak. Stasiun televisi juga tidak asal menayangkan film yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Mereka harus menayangkan film-film yang pantas ditonton oleh anak-anak pada jam yang tepat.


Daftar Pustaka

Devito, A. Joseph. 1997. Komunikasi antar Manusia Kuliah Dasar Edisi Kelima.   Jakarta: Professional Books.
Gerbner, G. 1967. Mass Media and Human Communication Theory, Human Communication Theory, F. E. X. Dance, editor, New York: Holt, Rinehart, & Winston
Hofman, Ruedi. 1999. Dasar-Dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta:  Grasindo.
Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Mufid, Muhamad. 2005. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Prenada  Media.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1999. Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori  Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Suharto, Ari. 2006. Hubungan Pola Menonton Berita Kriminal di Televisi   dengan  Perilaku Remaja (Kasus SLTPN 175 Jakarta dan SMPN 1 Dramaga Bogor)Skripsi. Bogor: Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB.


BIODATA ANAK

NAMA             :  ALIYA JASMINE KHUADA
TTL                 : KUNINGAN, 9 JANUARI 2007
UMUR             : 3 TAHUN, 11 BULAN
NAMA AYAH : RIAN AFRIANTO
NAMA IBU     : RATIH
ALAMAT        : DESA TARAJU TR/RW 08/02 KECAMATAN SINDANGAGUNG KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT 45573




4 komentar:

  1. Saya Sangat Tidak Setuju Masalahnya Film Kartun Kita Bisa Dapat Pelajaran Di Dalamnya Contoh Nya Doraemon Kita Engak Bisa Terus Menerus Menggunakan Alat Masa Depan Akan Tetapi Kita Juga Bisa Menggunakan Alat Tersebut Untuk Menolong Orang

    BalasHapus
  2. ia saya terima masukannya, namun penelitian dan observasi saya menyimpulkan sebagai berikut terutama kartun yang mengandung kekerasan

    BalasHapus
  3. Data-data hasil penelitianya kok tdk ditampilkan. Metodologi penelitianya apa? Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah, apa jawaban rumusan masalah yg ke-3?

    BalasHapus
  4. Data-data hasil penelitianya kok tdk ditampilkan. Metodologi penelitianya apa? Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah, apa jawaban rumusan masalah yg ke-3?

    BalasHapus

Social Profiles

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInRSS FeedEmail